Kamis, 29 Desember 2011

bahasa indonesia


1.1 Landasan Teori
         Ciri – ciri - ciri tulisan ilmiah adalah : 1) logis, yakni segala informasi yang disajikan memiliki argumentasi yang dapat diterima dengan akal sehat, 2) sistematis, yakni segala yang dikemukakan disusun berdasarkan urutan yang berjenjang dan berkesinambungan, 3) obyektif, yakni segala informasi yang dikemukakan itu menurut apa adanya dan tidak bersifat  fiktif, 4) tuntas dan menyeluruh, yakni segi-segi masalah yang dikemukakan ditelaah secara lengkap, 5) seksama, yakni berusaha menghindarkan diri dari berbagai kesalahan, 6) jelas, yakni segala keterangan yang dikemukakan dapat mengungkapkan maksud secara jernih, 7) kebenarannya dapat teruji, 8) ter buka, maksudnya sesuatu yang dikemukakan itu dapat berubah seandainya muncul pendapat baru, 9) berlaku umum, yakni kesimpulannya berlaku bagi semua populasinya da 10) penyajiannya memperhatikan santun bahasa dan tata tata tulis yang sudah baku (Ekosusilo dan Triyanto, 1995).
         Dengan motivasi akhirnya timbul rasa percaya diri yang tinggi terhadap pekerjaan tulis menulis. Karena sering menulis akan menjadi piawai dalam mengemas gagasan intelektual dalam bentuk artikel. Dalam suatu buku dikatakan bahwa kiat menulis artikel ilmiah yang paling baik adalah menulis itu sendiri (Suyanto, 2003).

1.2  Konsep Dasar
      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan teknik  penulisan karya ilmiah adalah tata cara yang digunakan dalam menulis atau memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan.


A. Bentuk – bentuk Karya Ilmiah
3. 1.1  Makalah
  Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan masalah atau  topik dan dibahas berdasarkan data di lapangan atau bersifat kepustakaan yang bersifat empiris dan obyektif.
3.1.2   Proposal
Proposal adalah suatu rancangan penelitian yang akan dilakukan sebagai bahan penulisan skripsi mahasiswa.
3.1.3      Skripsi/Laporan akhir
Skripsi/Laporan akhir adalah karya ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain dan karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar D3 dan gelas Sarjana.
3.1.4      Tesis
Tesis adalah Karya tulis ilmiah yang mengungkapkan pengetahuan baru dengan melakukan pengujian terhadap suatu hipotesis yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi dan ditulis untuk meraih SII/Magister.
3.1.5   Disertasi
Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan teori atau dalil baru yang dapat dibuktikan berdasarkan fakta secara empiris dan obyektif yang ditulis untuk meraih gelas SIII/Doktor.
a.      Sistematika dan Teknik Penulisan (Skripsi)
3.2.1   Karakteristik
Beberapa karakteristik pokok yang perlu dimiliki dalam penyusunan Skripsi antara lain :
a.         Disusun berdasarkan hasil kajian litreratur dan atau pengamatan lapangan.
b.        Ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar berdasarkan ejaan yang disempurnakan.
c.         Bidang kajian difokuskan kepada permasalahan ekonomi dan upaya pemecahannya, baik dalam lingkup mikro maupun makro.
3.2.2        Sistematika
Skripsi yang disusun tediri dari tiga bagian pokok yaitu :
Bagian Persiapan
1. SAMPUL
2. HALAMAN JUDUL
3. HALAMAN PENGESAHAN
4. ABSTRAK
5. KATA PENGANTAR
6. DAFTAR ISI
7. DAFTAR TABEL
8. DAFTAR BAGAN (GAMBAR)
Bagian Teks
9.  BAB I PENDAHULUAN
           10. BAB II LANDASAN TEORI
           11. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
           12. BAB IV DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN
  13. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
         Bagian Akhir
         14. DAFTAR PUSTAKA
         15. LAMPIRAN – LAMPIRAN
         16. DAFTAR RIWAYAT HIDUP
3.2.3        Penjelasan Sistematika
         Bagian persiapan
1. Sampul
Sampul skripsi/laporan dari karton yang memuat judul skripsi atau laporan.
2.  Halaman judul
     Halaman ini memuat judul skripsi/laporan dan seterusnya sebagaimana halnya halaman sampul.
3. Halaman Pengesahan
    Pada halaman ini berisi judul skripsi/laporan, nama penulis, serta pihak yang mengesahkan (para pembimbing skripsi) dan diketahui oleh ketua jurusan. Nama pembimbing dan ketua jurusan ditulis lengkap dengan gelarnya.
4.    Abstrak
Abstrak merupakan uraian singkat tetapi lengkap dan ditulis dalam bahasa Indonesia. Bagian identitas abstrak diketik hanya dengan satu spasi, nama penulis diketik dengan huruf besar, sedangkan judul hanya huruf awal dan setiap kata yang diketik dengan huruf besar kecuali kata sambung. Bagian isi abstrak diketik dengan dua spasi dan panjang abstrak tidak lebih dari tiga halaman.
5.    Kata Pengantar
Kata pengantar berisi uraian yang mengantarkan penulis kepada permasalahan yang dikajinya. Dalam kata pengantar ini penulis dapat mencamtumkan ucapan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah berjasa atau membantu penyelesaian skipsi /laporan.
6.    Daftar isi
Daftar isi ditulis secara rinci memuat sistematika skripsi dengan menyertakan halaman pada sudut kanan. Jarak antar bab dua spasi, sedangkan antar sub bab berjarak satu spasi. Judul bab ditulis dengan huruf besar dan sub bab hanya awalnya saja yang ditulis dengan huruf besar kecuali kata sambung.
7.    Daftar Tabel
Daftar tabel memuat nomor tabel, nama tabel dan halaman yang diletakkan pada sudut kanan.
8.    Daftar Bagan
Daftar bagan, gambar, grafik, peta diketik seperti daftar tabel.
        Bagian teks
1.    BAB I Pendahuluan
Pendahuluan merupakan bagian awal skripsi/laporan yang memberikan gambaran tentang :
a.         Latar belakang
b.        Rumusan maslah
c.         Tujuan dan Manfaat
2.    BAB II Landasan Teori
Bab ini terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan yaitu kajian teori yang harus diuraikan secara cermat, kerangka konseptual dan hipotesis.
3.    BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini berisi pendekatan atau metode yang digunakan dalam penelitian.
4.    BAB IV Deskripsi Data dan Pembahasan
a.    Deskripsi Data
Berisi serangkaian data yang berhasil dikumpulkan, baik data pendukung seperti latar belakang lembaga/instansi yang diteliti, struktur organisasi dan sebagainya.
b.    Pembahasan
Bagian ini berisi pembahasan tentang hasil penelitian sesuai dengan acuan dan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
5.    BAB V Kesimpulan dan Saran
a.    Kesimpulan
b.    Saran – saran
        Bagian Akhir
1.                                                                                                 Daftar Pustaka
Daftar pustaka hanya berisi sumber-sumber tertulis yang dikutip dan digunakan dalam karya ilmiah (skripsi/laporan).
2.                                                                                                 Lampiran
Lampiran berisi keterangan-keterangan tambahan yang digunakan dalam karya ilmiah bersangkutan.
3.                                                                                                 Daftar riwayat hidup
Riwayat hidup penulis dapat ditulis yang memuat nama, tempat dan tanggal lahir, data orang tua penulis, riwayat pendidikan, pengalaman kerja dan tanda penghargaan yang pernah diterima.

b. Lembar Kerja dan Pengetikan (Skripsi)
1.    Kertas
Kertas yang digunakan adalah kertas HVS 70 atau 80 gram ukuran kuarto atau A4 (21,0 x 29,7 cm).
2.    Bidang kerja
Bidang kerja yang digunakan pada kertas adalah 4 cm dari sisi kiri dan sisi atas dan 3 cm sisi kanan dan bawah kertas.
3.    Pengetikan
Naskah diketik dua spasi, awal praragraf dimulai 0,5 inchi ke dalam atau pada ketukan ke enam dari batas margin kiri.
         4.   Nomor Halaman
               Halaman sampul, judul dan pengesahan tidak dinomori. Halaman kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar bagan atau gambar diberi nomor dengan angka romawi kecil dan diletakkan di tengah bawah naskah. Untuk halaman pendahulun sampai halaman daftar pustaka diletakkan pada sudut kanan bawah naskah.
c. Teknik Penulisan (Skripsi)
1.                                                                                                                                                                                            1.  Angka dan satuan 
Pada awal kalimat tidak dibenarkan menggunakan angka atau lambang, angka biasanya digunakan untuk menyatakan tangal, nomor halaman persentase dan waktu.
2.    Singkatan
Singkatan yang boleh digunakan adalah singkatan yang sudah resmi atau lazim. Untuk menulis singkatan, pertama kali harus ditulis secara lengkap kemudian diikuti dengan singkatan resminya yang diletakkan di dalam tanda kurung.
3.    Font italik
Istilah asing dapat diketik dengan font italik (cetak miring).
4.    Penulisan judul
Judul ditulis dengan huruf kapital di tengah atas, jika judul lebih dari satu baris harus diketik berbentuk piramid terbalik.
5.    Paragraf baru
Paragraf baru harus ditulis menjorok ke dalam sebanyak 6 ketukan (0,5 inchi dari margin kiri).
6.    Suku kata
Pemenggalan suku kata harus didasarkan menurut tata bahasa yang dibakukan.
7.    Kutipan
Kutipan langsung (dari sumber pertama) ditulis dengan menggunakan dua tanda petik(“). Jika kutipan kurang dari empat baris ditulis biasa dengan dua spasi digabung dalam dua paragraf.
8.    Daftar Pustaka
Komponen yang harus ditulis dalam daftar pustaka adalah nama penulis (nama keluarga diletakkan di depan dan tanpa gelar), tahun penerbitan, judul sumber pustaka (diitalik), kota tempat penerbit dan nama penerbit.
Delapan puluh dua (82) tahun yang lalu,  para pemuda Indonesia lewat Kongres Pemuda menyatakan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan melalui deklarasi Sumpah Pemuda. Deklarasi itu sebagai keputusan cerdas setidaknya karena dua hal. Pertama, keputusan yang  dibuat jauh sebelum kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut tidak saja merupakan keputusan politik, tapi juga budaya untuk menentukan identitas sebagai bangsa yang memimpikan kemerdekaan. Kedua, keputusan yang menanggalkan kepentingan-kepentingan kelompok dan lebih mementingkan kepentingan bersama demi tercapainya kemerdekaan itu ternyata sangat ampuh. Di tengah-tengah rentannya konflik berbau SARA sejak berakhirnya Orde  Baru, bahasa Indonesia membuktikan diri sebagai satu-satunya perekat bangsa yang efektif. Buktinya, tak seorang pun mempermasalahkan posisi, peran, dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
PEMBAHASAN
Politik bahaasa nasional adalah kebijakan nasional yang berisi pengarahan, perencanaan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar pengelolaan keseluruhan masalah kebahasaan dan kesastraan di Indonesia.
Politik Bahasa juga menekankan perlunya digalakkan penerjemahan karya sastra Indonesia ke dalam bahasa-bahasa internasional. Ini dilakukan sebagai upaya pemasyarakatan sastra Indonesia untuk menumbuhkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat dunia terhadap sastra Indonesia. Karya-karya sastra Indonesia berbahasa asing tentu meringankan upaya ini.
Politik bahasa nasional adalah kebijakan di bidang kebahasaan dan kesastraan secara nasional, yaitu kebijakan yang meliputi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan penggunaan bahasa asing. Kebijakan bahasa nasional itu perlu dirumuskan berdasarkan penelitian berbagai aspek bahasa dan sastra, baik masa lalu (diakronis) maupun masa kini (sinkronis). Hasil penelitian itu diolah untuk kodifikasi sebagai acuan pengguna bahasa, di samping untuk keperluan dokumentasi. Dari waktu ke waktu aspek bahasa yang digarap dalam telaah bahasa adalah kosakata dan tata bahasa yang kemudian telaah itu berkembang ke aspek fonologi setelah para ahli bahasa memanfaatkan ilmu fisika. Pada perkembangan selanjutnya sosiologi pun mempengaruhi telaah bahasa sehingga telaah bahasa tidak hanya berkaitan dengan kata dan tata cara penggunaannya untuk berpikir, berekspresi, dan berkomunikasi serta bagaimana menghasilkan bahasa, tetapi mencakup masyarakat pengguna bahasa yang bersangkutan.
Ketika deklarasi dikumandangkan, para pemuda tidak sekadar menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan lambang identitas budaya untuk menyongsong kemerdekaan, tapi juga menginginkan kelak bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan masyarakat internasional dan berdiri kokoh di antara kurang lebih 6.000 bahasa di dunia.
Cita-cita sebagai bahasa persatuan dan politik identitas kini sudah tercapai. Namun sebagai bahasa pergaulan internasional dan bahasa ilmu pengetahuan, masih diperlukan perjuangan panjang. Pasalnya bahasa Indonesia tidak cukup kuat menahan gempuran globalisasi sehingga kosa kata asing dari berbagai bahasa di dunia masuk begitu deras.
Menariknya lagi, menurut pihak penyelenggara, penggunaan bahasa Inggris tersebut supaya lebih mengena ke semua golongan masyarakat. Selain itu, penggunaan bahasa Inggris juga dinilai lebih kreatif, efektif, dan mudah dipahami. Bagi pengkaji bahasa, alasan penyelenggara hiburan dalam menggunakan bahasa Inggris bukan persoalan sederhana. Setidaknya menyiratkan beberapa hal yaitu:
1.      Kurangnya rasa percaya diri orang Indonesia terhadap bahasanya sendiri. Padahal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai pelantikannya sebagai presiden periode kedua mengajak segenap bangsa untuk menegakkan jati diri. Salah satunya melalui pengokohan budaya bangsa lewat bahasa. Dengan berbahasa asing, terutama bahasa Inggris, orang Indonesia merasa lebih keren. Tampaknya berbahasa tidak cukup hanya dengan maksud untuk menyampaikan pesan. Ada faktor lain mengapa orang milih bahasa tertentu dalam berkomunikasi. Salah satunya adalah faktor gengsi atau agar dianggap lebih keren. Jika ini yang dimaksudkan, pilihan bahasa Inggris memang tidak salah. Sebab, selain sebagai salah satu bahasa internasional dan bahasa ilmu pengetahuan, bahasa Inggris memiliki jumlah peminat sangat besar dan tersebar di hampir seluruh penjuru dunia. Dengan berbahasa Inggris, orang merasa sebagai warga dunia.
2.      Dengan menggunakan bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya dalam berbagai aktivitas, tanpa disadari orang Indonesia lebih suka mempromosikan bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Sejak akhir 1990-an Indonesia menjadi lahan subur promosi bahasa asing. Kita bisa melihat menjamurnya lembaga-lembaga kursus bahasa asing di berbagai tempat, tidak hanya di kota besar, tetapi juga di kota-kota kecil di seluruh pelosok negeri, sehingga seolah-olah bahasa Indonesia tidak dianggap bahasa penting oleh pemiliknya sendiri. Malah ada kesan bahasa Indonesia ’’termarginalkan”.
3.      Bahasa Indonesia terkena gempuran globalisasi, sehingga semakin tereduksinya nilai-nilai lokal dalam masyarakat. Indikasinya adalah semakin berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah dan menurunnya rasa bangga berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat. Berdasarkan data pada Pusat Bahasa Indonesia, saat ini terdapat 746 bahasa daerah di Indonesia, 273 di antaranya ada di Papua yang setiap tahun mengalami penurunan jumlah
4.      penutur. Dari 746 bahasa daerah itu, 15 bahasa daerah telah dinyatakan mati (dead languages) karena tidak ada penuturnya dan 150 lainnya dalam proses kematian, yang dalam sosiolinguistik disebut sebagai endangered languages.
Lemahnya rasa percaya diri penggunaan bahasa Indonesia menggambarkan semakin rendahnya rasa setia masyarakat kita terhadap bahasa nasionalnya. Rasa setia bahasa sangat diperlukan untuk menjamin keberlangsungan sebuah bahasa. Bahasa yang penuturnya tidak lagi setia atau ditinggal penuturnya akan dengan sendirinya mati. Padahal, kematian bahasa merupakan kehilangan budaya yang tidak ternilai harganya. Realitas demikian setidaknya bertolakbelakang dengan semakin diterimanya Bahasa Indonesia sebagai pelajaran asing di Australia dan Rusia, sedangkan di negara kelahirannya mengalami keprihatinan. Hubungan “diplomatik bahasa” tersebut pada akhirnya akan menjawab ada tidaknya proses imperialisasi dalam perkembangan Bahasa Indonesia, dan tentunya semakin membuat tersingkirnya hegemoni rezim bahasa yang tidak mengapresiasi proses kreatif berbahasa.
Keterbukaan bahasa Indonesia yang diakui oleh para pakar sebagai asal kelahirannya, justru kini mengalami perubahan makna. Kepungan bahasa-bahasa dari berbagai negara dan daerah lokal Indonesia justru dimaknai sebagai proses perusakan bahasa. Padahal, Bahasa Indonesia lahir memang melalui banyaknya impor kata-kata baru. Melihat proses penerimaan bangsa Australia untuk mempelajari Bahasa Indonesia di negerinya, tentu akan menjadi momentum perkembangan baru bahasa Indonesia dalam proses adopsi bahasa asing.
Bahasa Indonesia dalam proses kelahirannya merupakan bahasa yang terbuka dan terlahir melalui proses kreatif. Secara aklamasi bahasa tersebut berasal dari bahasa Melayu yang telah berproses melalui interaksi global di zaman kemajuan pelayaran abad pertengahan. Setidaknya dapat disebut bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sengaja dilahirkan dari proses kreatif masyarakatnya yang telah intens menerima pergaulan global antarnegara dengan bahasa pengantar yang diperoleh dalam lingkup Internasional.
Globalisasi merupakan momentum untuk pengembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang terbuka dan adaptif terhadap bahasa lain, bukan sebagai kekalahan bahasa Indonesia dalam interaksi sosial. Proses kreatif untuk melanjutkan gerakan impor kata mestinya bukan diartikan sebagai proses pembusukan terhadap bahasa Indonesia sebagai bagian dari jati diri bangsa. Hal itu sangat tidak masuk akal, tak lain karena mengandung cacat kenyataan berupa pengingkaran terhadap proses kelahiran bahasa Indonesia sebagai identitas bahasa baru yang dimulai dengan impor bahasa.
Tetapi itulah kenyataan pengingkaran bahasa Indonesia sebagai bahasa yang terbuka karena terpengaruhi oleh kesadaran tidak kreatifnya pengawal kebijakan kebahasaan. Kini, ketika usia kelahiran bahasa Indonesia sejak diikrarkan sebagai bahasa persatuan sudah mencapai 81 tahun, refleksi kreativitas justru terpasung dengan “menuduh” bahasa asing sebagai virus atas sakitnya Bahasa Indonesia. Dan parahnya, penentu politik kebijakan kebahasaan yang diperankan oleh Pusat Bahasa hanya menghadirkan solusi pragmatis berupa lahirnya UU kebahasaan, yang digabung dengan aturan penggunaan bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan.
Lahirnya UU Nomor 24 tahun 2009 tentang penggunaan bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan yang disahkan pada 9 Juli 2009 secara konsep setidaknya ingin menciptakan ketertiban serta standardisasi penggunaan bahasa sebagai simbol kedaualatan nasional. Namun konstitusionalisasi Bahasa Indonesia ini tidak konsisten dengan hampanya aturan mengenai larangan serta pidana atas penyelewengan bahasa. Sehingga keberadaan UU dengan 9 Bab dan 74 pasal ini tidak memberi langkah praktis pengembangan Bahasa Indonesia, bahkan tetap saja menjadikannya terbengkalai.
Kesan terbengkalainya Bahasa indonesia pada dasarnya bermula dari proses pendidikan yang berlangsung. Selama ini pengembangan kebahasaan selalu ditimpakan pada lembaga pendidikan yang terbatas mengajarkan tentang tata bahasa. Dan memang dari lembaga inilah Bahasa Indonesia mengalami kemunduran karena proses pembelajaran yang diperkenalkan terbatas pada ejaan yang dibakukan atau yang tercantum dalam kamus-kamus resmi. Padahal, ejaan baku yang telah disempurnakan dan diresmikan penggunaannya pada 16 Agustus 1972 terkesan stagnan bahkan konservatif sehingg menjadi momok bagi peserta didik dan ditinggalkan karena tidak populer.
Untuk itu, penyakit memudarnya kebanggaan serta kesetiaan berbahasa Indonesia terletak pada hilangnya pedoman berbahasa yang baik namun tetap mengadopsi aspek kreativitas masyarakat. Pusat bahasa sebagai instansi yang berwenang pada kebijakan kebahasaan, selama ini seolah mati suri sehingga belum mampu menghadirkan terobosan atas konservatifnya ejaan baku. Inilah yang kemudian menyebabkan kalangan pelajar sebagai generasi muda pelanjut dan penutur langsung, memilih untuk mengesampingkan Bahasa Indonesia.a pelajaran bahasaBagi kita sebagai bangsa yang sedang tumbuh dan berupaya mengokohkan jati dirinya agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju, kondisi di atas sangat memprihatinkan dan karenanya diperlukan kebijakan pemerintah dan dukungan seluruh masyarakat Indonesia untuk mengatasi persoalan tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan bahasa Indonesia akan menjadi bahasa ’’asing” di negerinya sendiri. Jika di Singapore dikenal ada Singlish (Singapore English), di Thailand ada Tinglish (Thailand English), dikhawatirkan di Indonesia kelak ada Indonenglish (Indonesian English), dan itu mengingkari ikrar Sumpah Pemuda Indonesia

 LANDASAN TEORI

Bahasa adalah alat komunikasi yang dipakai oleh masyarakat untuk mengekspresikan gagasan yang telah menjadi konsesus bersama. Ekspresi bahasa tersebut menggambarkan kecendrungan masyarakat penuturnya. Oleh karenanya, untuk mempelajari dan menjelaskan bahasa niscaya harus melibatkan aspek-aspek sosial yang mencitrakan masyarakat tersebut (Harimurti Kridalaksana, 1985: 4), seperti tatanan sosial, strata sosial, umur, lingkungan dan lain-lain. Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Chomsky bahwa bahasa adalah asosial karena mengabaikan heterogenitas yang ada dalam masyarakat, baik status sosial, pendidikan, umur, jenis kelamin latar belakang budayanya, dan lain-lain (Silal Arimi, 2008).
Chomsky (dalam Wardhaugh, 1986: 10) memilah antara bahasa di satu sisi dan budaya di sisi lain. Dalam mempelajari bahasa yang berhubungan dengan sosial budaya akan menghasilkan empat kemungkinan. Pertama, struktur sosial dapat mempengaruhi dan menentukan struktur atau perilaku bahasa. Kedua, struktur dan perilaku bahasa dapat mempengaruhi dan menentukan struktur sosial. Ketiga, hubungan keduanya adalah timbal balik. Keempat, struktur sosial dan struktur bahasa sama sekali tidak berhubungan, inilah yang dianut oleh Chomsky.
Peranan bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk berkomunikasi antara manusia yang satu dengan yang lain dalam suatu masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mustakim (1994 : 2) bahwa bahasa sebagai alat komunikasi digunakan oleh anggota masyarakat untuk menjalin hubungan dengan masyarakat lain yang mempunyai kesamaan bahasa.
Dengan bahasa, manusia dapat saling berhubungan dengan manusia lainnya, walaupun latar belakang sosial dan budayanya berbeda. Oleh karena itu, fungsi bahasa yang paling mendasar adalah untuk berkomunikasi (P.W.J. Nababan, 1993 : 40), yaitu alat pergaulan dan perhubungan sesama manusia sehingga terbentuk suatu sistem sosial atau masyarakat. Bahasa sebagai bagian dari masyarakat merupakan gejala sosial yang tidak dapat lepas dari pemakainya. Sosiolinguistik sebagai cabang ilmu bahasa merupakan interdisipliner ilmu bahasa dan ilmu sosial, berusaha menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaian di dalam masyarakat.
Aspek pemakai bahasa berkaitan dengan mutu dan keterampilan berbahasa seseorang. Aspek pemakaian bahasa mengacu pada bidang-bidang kehidupan yang merupakan ranah pemakaian bahasa (Hasan Alwi dan Sugono, 2000). Dalam menghadapi era globalisasi diperlukan suatu rumusan ketentuan mengenai penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini mengingat bahwa masalah kebahasaan di Indonesia sangat rumit. Di Indonesia terdapat lebih dari 728 bahasa daerah. Bahasa-bahasa daerah itu hidup dan berkembang serta dipergunakan dengan setia oleh penuturnya. Selain itu, di Indonesia terdapat bahasa asing. Walaupun kedudukan dan fungsi bahasa daerah dan bahasa asing itu sudah diatur penggunaannya, tetap saja pemakaian bahasa daerah dan bahasa asing (Inggris) dipergunakan semaunya oleh pemakainya. Kenyataan itu akan menyudutkan penggunaan bahasa Indonesia. Seperti dikatakan oleh Hudson (1980) ragam bahasa itu bergantung pada who, what, when, where, why. Dengan demikian, dalam situasi formal tentulah ragam formal yang dipilih, sedangkan dalam situasi nonformal tentu pula ragam nonformal yang digunakan.
Untuk pemilihan ragam nonformal tidaklah perlu dipermasalahkan. Penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa gaul, prokem, slang, ataupun bahasa daerah selagi tidak tidak dipakai dalam situasi formal tidaklah perlu dirisaukan. Namun, yang menjadi kerisauan kalau ragam formal bahasa Indonesia (baku) itu digunakan tidak sebagaimana mestinya. Variasi atau ragam formal itu digunakan, antara lain, dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku pelajaran, karya ilmiah (Nababan, 1993).
Menurut Fishman (dalam Chaer & Agustina, 1995: 204) untuk mengkaji pemilihan bahasa dapat dilakukan dengan menggunakan konteks institutional tertentu yang disebut dengan domain, yang di dalamnya menunjukkan kecenderungan menggunakan satu variasi tertentu daripada variasi lain. Domain dipandang sebagai konstelasi faktor-faktor seperti lokasi, topik, dan partisipan, seperti keluarga, tetangga, teman, transaksi, pemetintahan, pendidikan, dsb. Misalnya jika seorang penutur berbicara dalam lingkungan keluarga maka dikatakan berada dalam domain keluarga. Analisis domain ini biasanya terkait dengan analisis diglosia, sebab ada domain yang formal dan domain yang tidak formal. Di masyarakat yang diglosia untuk domain yang tidak formal dapat digunakan bahasa ragam rendah (low language), sedangkan dalam domain yang formal dipakai bahasa ragam tinggi (high language). Maka pemilihan satu bahasa atau ragam bahasa tergantung domainnya.
Menurut Fasold (1984: 213-214) pergeseran dan pemertahanan bahasa merupakan hasil dari proses pemilihan bahasa dalam jangka waktu yang sangat panjang. Pergeseran bahasa menunjukkan adanya suatu bahasa yang benar-benar ditinggalkan oleh komunitas penuturnya. Hal ini berarti bahwa ketika pergeseran bahasa terjadi, anggota suatu komunitas bahasa secara kolektif lebih memilih menggunakan bahasa baru daripada bahasa lama yang secara tradisional biasa dipakai. Sebaliknya, dalam pemertahan bahasa para penutur suatu komunitas bahasa secara kolektif memutuskan untuk terus menggunakan bahasa yang mereka miliki atau yang secara tradisional biasanya digunakan.
Gejala-gejala yang menunjukkan terjadinya pergeseran dan pemertahan bahasa pun dapat diamati. Misalnya, ketika ada gejala yang menunjukkan bahwa penutur suatu komunitas bahasa mulai memilih menggunakan bahasa baru dalam domain-domain tertentu yang menggantikan bahasa lama, hal ini memberikan sinyal bahwa proses pergeseran bahasa sedang berlangsung. Akan tetapi, apabila komunitas penutur bahasanya monolingual dan secara kolektif tidak menggunakan bahasa lain, maka dengan jelas ini berarti bahwa komunitas bahasa tersebut mempertahankan pola penggunaan bahasanya.
Pemertahanan bahasa bukan hanya terjadi di dalam komunitas tutur yang
monolingual, tetapi terjadi pula dalam masyarakat bilingualisme serta multilingualisme. Namun, hal semacam ini hanya terjadi ketika komunitas penutur bahasanya diglosia. Sistem pemertahanan bahasa dalam komunitas bahasa yang multilingul seperti ini menunjukkan gejala bahwa para penuturnya menggunakan suatu bahasa tertentu dalam domain-domain tertentu dan menggunakan bahasa lain dalam domain-domain yang lain. Oleh karena itu, dalam komunitas semacam ini terjadi dinamika penggunaan bahasa.
Beberapa kondisi cenderung diasosiasikan dengan pergeseran bahasa. Akan tetapi, kondisi yang paling mendasar adalah bilingualisme, meskipun bilingualisme bukan satu-satunya hal yang mendorong terjadinya pergeseran bahasa. Menurut Lieberson (dalam Susi Yuliawati, 2008: 11) hampir semua kasus pergeseran bahasa dalam masyarakat terjadi melalui peralihan intergenerasi. Dengan kata lain, peralihan bahasa terjadi melalui beberapa generasi dalam satu masyarakat dalam jangka waktu yang cukup panjang. Namun, ada juga komunitas selama berabad-abad sehingga ini berarti bahwa keberadaan masyarakat tidak berarti akan terjadinya pergeseran bahasa. Beberapa faktor lain yang menjadi pemicu pergeseran bahasa.
Faktor-faktor tersebut antara lain migrasi, baik yang dilakukan oleh kelompok kecil ke wilayah yang menyebabkan bahasa mereka tidak lagi digunakan, maupun oleh kelompok besar yang memperkenalkan populasi lokal dengan bahasa baru; industrialisasi dan perubahan ekonomi; sekolah bahasa dan kebijakan pemerintah; urbanisasi prestise yang lebih tinggi; dan jumlah populasi yang lebih sedikit untuk bahasa yang mengalami pergeseran. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Holmes (2001) bahwa faktor-faktor yang medorong pergeseran bahasa adalah fakor ekonomi, sosial, politik, demografis, perilaku, dan nilai dalam suatu komunitas.

Bahasa Alay ( gaul )
Alay berasal dari kata Anak Layangan. Bahasa Alay bisa dikatakan bahasa kampungan, karena memang bahasa tersebut sungguh-sungguh tidak memngenal etika berbahasa dan biasanya yang bermain layangan adalah anak-anak kampung (orang kota juaga sering, namun kota pinggiran). Apabila kita menggunakan bahasa Alay secara tidak langsung telah melecehkan lawan bicara kita baik secara tulisan ataupun lisan. Pada umumnya bahasa alay lebih nampak dalam bentuk tulisan Alay, Alah lebay, Anak Layu, atau Anak keLayapan yang  menghubungkannya dengan anak Jarpul (Jarang Pulang). Tapi yang paling santer adalah anak layangan. Dominannya, istilah ini untuk menggambarkan anak yg sok keren, secara fashion, karya (musik) maupun kelakuan secara umum. Konon asal usulnya, alay diartikan “anak kampong” karena anak kampung yang rata-rata berambut merah dan berkulit sawo gelap karena kebanyakan main layangan.
Berikut adalah pengertian alay menurut beberapa ahli (Wahyu Adi Putra Ginting, 2010):
Koentjara Ningrat: "Alay adalah gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia, yang ingin diakui statusnya diantara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakain, sekaligus meningkatkan kenarsisan, yang cukup mengganggu masyarakat dunia maya (baca: Pengguna internet sejati, kayak blogger dan kaskuser). Diharapkan Sifat ini segera hilang, jika tidak akan mengganggu masyarakat sekitar.
Selo Soemaridjan: "Alay adalah perilaku remaja Indonesia, yang membuat dirinya merasa keren, cantik, hebat diantara yang lain. Hal ini bertentangan dengan sifat Rakyat Indonesia yang sopan, santun, dan ramah. Faktor yang menyebabkan bisa melalui media TV (sinetron),dan musisi dengan dandanan seperti itu."
Salah satu ciri dari alay tersebut adalah tulisannya yang aneh dan di luar nalar serta akal sehat. Di sini, saya akan mengklasifikasikan alay-alay ke beberapa tingkatan atau strata menurut dari tulisan mereka (di sini saya bukan mau ngebahas alay dari wajah atau penampilannya, wajah adalah pemberian dari Tuhan yang merupakan anugerah untuk kita. Kalo tulisan kan emang biasanya dibuat oleh para alay itu sendiri).
Bahasa Alay muncul pertama kalinya sejak ada program SMS (Short Message Service) atau pesan singkat dari layanan operator yang mengenakan tarif per karakter yan berfungsi untuk menghemat biaya. Namun dalam perkembangannya kata-kata yang disingkat tersebut semakin melenceng, apalagi sekarang sudah ada situs jejaring sosial. Dan sekarang penerapan bahasa Alay sudah diterapkan di situs jejaring sosial tersebut, yang lebih parahnya lagi sudah bukan menyingkat kata lagi, namun sudah merubah kosa katanya bahkan cara penulisannya pun bisa membuat sakit mata orang yang membaca karena menggunakan huruf besar kecil yang diacak ditambah dengan angka dan karakter tanda baca. Bahkan arti kosakatanya pun bergeser jauh dari yang dimaksud. Semua kata dan kalimat ‘dijungkirbalikkan’ begitu saja dengan memadukan huruf dan angka. Penulisan gaya alay atau anak lebay tidak membutuhkan standar baku atau panduan khusus, semua dilakukan suka-suka dan bebas saja.
Sepertinya inilah tren generasi alay. Tulisan gaya alay bisa dengan mudah ditemukan di blog dan forum di internet. Semua kata dan kalimat ‘dijungkirbalikkan’ begitu saja dengan memadukan huruf dan angka. Penulisan gaya alay atau anak lebay tidak membutuhkan standar baku atau panduan khusus, semua dilakukan suka-suka dan bebas saja. Sepertinya inilah tren generasi alay. Tulisan gaya alay bisa dengan mudah ditemukan di blog dan forum di internet.
Seiring perkembangan zaman, alay sering diidentifikasikan menjadi  narsis, fotogenic, sok gaul, emo, dan lain-lain. Secara garis besar, mungkin karena salah pergaulan, maka yang merupakan ciri-ciri alay adalah sebagai berikut.
1. Selalu ngerasa paling tau tentang sepeda dan kegiatan bersepeda. Padahal jarang banget gowes,,, sekalinya gowes palingan pas ada Event atau ada liputan aja untuk memburu Goodie Bag atau sekedar Narsis.com
2. Tongkrongannya di pinggir pinggir jalan
3. Ketika sedang berkumpul, membawa handshet untuk mendengerkan lagu dari handphone sehingga terkesan pamer. Mereka bergaya bertelfon dan ber-SMS. Kondisi terparah adalah suka menunjukkan SMS dari cewek/cowok kepada temannya agar dibilang pacarnya perhatian.
4. Terkesan EMO, tapi ketika ditanya sejarah EMO tidak tahu.
5. Terkesan ingin 'gaul' mengikuti tren yang sekarang tapi terlalu LEBAY (contoh: padu-padan pakaian tetapi tidak serasi; baju hijau,celana kotak kotak, sepatu merah, kacamata biru!)
6. Dimana-mana selalu berfoto-foto narsis (entah itu di track sepeda, WC, mobil, kamar, stasiun , angkot, dan lain-lain).
7. Foto bergaya aneh
8. Kalu cewek, setiap hari membahas pacar. (contoh: eh tau ga si A tadi gini loh sama gue hahaha lucu bgt ya?
9. Buat cowok, tiap hari cari musuh (ribut) sama agar dianggap keren
10. Pada account facebook atau friendster, bagi yang cewek di album fotonya memajang cowok-cowok ganteng meskipun tidak kenal supaya dianggap cantik dan gaul. Untuk yang cowok, majang foto cewek semua walau tidak kenal agar disangka cowok ganteng.
11. Suka ngirim ‘status’ tidak jelas di yahoo, Friendster atau facebook :"akko onlenndh dcnniih" ato "ayokk perang cummendh cmma saiia"
12. Menganggap dirinya eksis di friendster atau Facebook atau Multiply (kalau comments banyak berarti anak gaul, menjadi lomba banyak-banyakan comment)
13. Kalau ada org yang hanya melihat profil user di jejaring sosial,lalu mengirim testimonial: "hey cuman view nih?" ataau "heey jgn cuman view doang,add dong!
14. Jejaring sosial dipenuhi glitter-glitter norak yang pastinya bisa merusak retina mata
15. Nama profil jejaring sosial mengagung-agungkan diri sendiri, seperti: pRinceSs cuTez,sHa luccU, cAntieqq, dan lain-lain.
16. Kata/singkatan selalu diakhiri huruf z/s
17. Foto di jejaring sosial bisa mencapai 300 lebih padahal hanya foto DIRINYA SENDIRI
18. Diam-diam mengidolakan : kangen band, st12, radja
19. Suka menghina orang lain yang tidak sama seperti dia.


- kaMI pUtra daN PUtri Indonesia, menjunjuNg tinGgi BaHaSa persatuan, baHasA iNDonESia
- K4m1 putr4 dan putr1 1nd0n3514, m3njunjung t1n661 b4ha54 p3r54tu4n, b4h45a 1nd0ne514
- Kmi putr dn ptri Indns, mnjunjng tngg bhs prstan, bhs Indns
1n5y4 4JJl N4nt1 50re ud 4d4 4cr4. p0kUqnY 5e3p b3ud..
QuWwh gag biCa cuKa aMa cO aGiih, uWawAnthi c0 bgdZ deCh
Tulisan di atas sama sekali bukan kode bahasa rahasia intelijen. Tapi sekadar gaya bahasa tulis yang sedang populer di kalangan anak muda sekarang ini. Gaya bahasa ini mudah dijumpai di SMS yang ada di handphone mereka, atau pada status dan wall Facebook/Twitter atau situs jejaring sosial lainnya. Bagi orang yang bukan sesusia atau bukan dari kalangannya akan langsung merasa sebal atau malah pusing membacanya. Namun, jika sudah bisa menebak artinya, jangan keburu senang dulu. Sebab tidak selamanya langsung bisa paham maksudnya. Persoalannya, tidak ada kaidah tetap untuk bahasa-bahasa ini. Satu-satunya aturan adalah justru ketidakaturan itu sendiri. Jangan dibahas apa rumusnya “gue” bisa menjadi: gw, W, atau malah G saja. Belum lagi untuk menyatakan ekspresi, kemungkinannya semakin tidak terbatas. Contohnya untuk tertawa, jika Anda hanya mengenal hehehe… atau he3x, sekarang ada wkwkwk, xixixi, haghaghag, dan sebagainya. Jangan bayangkan pula bagaimana ini mau diucapkan secara lisan, karena untunglah ini hanya bahasa tulis.
Awal mula kemunculan bahasa rumit ini tak lepas dari perkembangan SMS atau layanan pesan singkat. Namanya pesan singkat, maka menulisnya jadi serba singkat, agar pesan yang panjang bisa terkirim hanya dengan sekali SMS. Selain itu juga agar tidak terlalu lama mengetik dengan tombol handphone yang terbatas. Awalnya memang hanya serba menyingkat. Kemudian huruf-huruf mulai diganti dengan angka, atau diganti dengan huruf lain yang jika dibaca kurang lebih menghasilkan bunyi yang mirip.
Belakangan, bukannya disingkat malah dilebih-lebihkan, seperti “dulu” menjadi “duluw”. Ketika jejaring sosial lewat internet datang sebagai media baru yang mewabah, budaya menulis pesan singkat ini terbawa dan makin hidup di situ. Lambat laun ini menjadi semacam sub budaya dalam cara berkomunikasi anak muda yang kemudian disebut sebagai Anak Alay, dengan Bahasa Alay sebagai intangible artefact-nya.
Ada sumber yang menyebutkan, alay ini berasal dari singkatan “anak layangan”, yang punya asosiasi pada anak muda tukang kelayapan, atau anak kampung yang berlagak mengikuti tren fashion dan musik. Ada lagi yang sekadar merujuk pada anak muda yang demi mendapatkan pengakuan di tengah lingkungan pergaulan akan melakukan apa saja, dari meniru gaya pakaian, gaya berfoto dengan muka yang sangat dibuat-buat, hingga cara menulis yang dibuat “sok” kreatif dan rumit seperti di atas.
Fenomena bahasa alay itu sendiri mengingatkan pada fenomena bahasa gaul yang hampir selalu ada pada setiap generasi anak muda. Bahasa-bahasa gaul yang tidak serta merta hilang terkubur dibawa peralihan generasi. Seperti “bokap” atau “nyokap”, jejak bahasa prokem yang tentu Anda masih sering dengar dalam bahasa percakapan saat ini.
Menengok lebih jauh lagi ke belakang, generasi eyang-eyang yang besar di kawasan segitiga Yogyakarta-Solo-Semarang era tahun empat puluhan sampai lima puluhan pernah menciptakan apa yang mereka namakan bahasa rahasia, dengan menyisipkan “in” di antara huruf mati dan huruf hidup. Jadi jika ingin mengatakan “mambu wangi” (bau harum) akan menjadi “minambinu winangini”. Untuk yang advance, bahasa “in” ini dibuat lebih sulit lagi dengan memenggal bagian belakang. Sehingga “mambu wangi” cukup menjadi “minam winang”.
Di era delapan puluhan, bahasa rahasia ini nyaris punah. Peninggalannya hanya tersisa pada bahasa lisan para eyang. Meski demikian melalui media radio sempat ada upaya reproduksi bahasa ini untuk penyebutan “cewek” jadi “cinewine”. Ingat? Di era delapanpuluhan ini yang lebih terkenal adalah bahasa prokem. Rumusnya adalah menyisipkan bunyi “ok” dan penghilangan suku kata terakhir. Seperti “bapak” jadi “bokap”. Dibandingkan bahasa rahasia Jawa, aturan atau rumus untuk bahasa “okem” ini lebih tidak beraturan lagi. Kaidahnya jadi irregular seperti “mobil” jadi “bo’il”, atau “dia” jadi “doi” atau “doski”, atau yang termasuk jauh, “makan” jadi “keme”.
Di era sembilanpuluhan anak muda Yogyakarta membuat bahasa walikan, yaitu menukar huruf-huruf dalam urutan alfabet Hanacaraka. Rumusnya, ha-na-ca-ra-ka bertukar dengan pa-dha-ja-ya-nya, sementara da-ta-sa-wa-la bertukar dengan ma-ga-ba-tha-nga. Akibatnya, huruf “m” jadi “d”, huruf “t” jadi “g”. Contohnya, “matamu” menjadi “dagadu”, seperti merek industri kaos terkenal yang digemari anak muda di Yogya. Bahasa walikan ini awalnya muncul sebagai bahasa gaul di lingkungan kampus, sebagai respon terhadap masuknya pengaruh kultur baru yang dibawa para mahasiswa dari luar kota Yogyakarta.
Jika bahasa walikan adalah respon kultural anak muda terhadap perubahan yang datang dari luar, dan bahasa prokem punya konteks perlawanan anak muda urban kelas menengah terhadap hipokrisi orang dewasa, maka bahasa alay saat ini lebih mencerminkan kultur yang arbitrer, serba acak dan suka suka. Penyebabnya, teknologi komunikasi dan informasi dengan jejaring informasi betul-betul membuat dunia lebih datar, seolah-olah tiap individu bebas untuk mengusung produk budaya masing-masing. Sehingga de facto tidak ada aturan yang benar-benar dianut secara baku seperti tampak dari bentuk bahasa alay yang tidak beraturan itu. Buat Anda generasi dewasa jangan merasa tertinggal jika Anda tidak mampu mengejar istilah-istilah baru ini. Karena semakin dikejar, semakin banyak yang muncul lebih aneh lagi, sama banyak dengan yang tersisih karena dianggap lawas dan “jadul”.
Bahasa Inggris sebenarnya lebih banyak alaynya daripada Bahasa Indonesia. Seperti LOL (laughing out loud), ROFL (rolling on the floor laughing) misalnya, FYI (For your Information) atau CMIIW (correct me if I'm wrong) misalnya. Masalahnya pengguna Bahasa Inggris berasal dari berbagai negara sehingga tiap-tiap negara menciptakan aksen dialek (british, american, australian, russian, indian, chinese, dan lain-lain) dan belum lagi dicampur dengan kosakata dari anak muda. Jadi, keberadaan bahasa alay itu normal karena artinya ada akulturasi budaya.
Berikut adalah kata-kata yang lazim dipakai oleh komunitas alay:
Aku : Akyu, Akuwh, Akku, q.
Banget : Bangedh, Beud, Beut
Love : Luph, Luff, Loupz, Louphh
Maaf : Mu’uv, Muupz, Muuv
Paling : Plink, P’ling
Contoh bahasa alay, adalah sebagi berikut :
QmO dLaM iDopQhO (kamu dalam hidupku..)
Sesuatu yang jauh lebih berharga dari sekedar sarkasme tak bertanggung jawab dapat dilakukan dalam mengkaji fenomena ini. Di situs jejaring sosial semacam Facebook sendiri telah lama terbentuk Grup Anti Alay. Dan tindakan-tindakan ‘anti’ semacam ini telah berujung pada tindakan aniaya-karakter. Bukankah jauh lebih berharga bila mencurahkan energi untuk berbuat sesuatu terhadap gejala tindakan fasis seperti ini, dan bukan cuma dengan gagap dan latah mengatakan bahwa bahasa alay merusak bahasa nasional Indonesia.
Kalangan pendidik hendaknya tidak perlu gelisah berlebihan karena menganggap perkembangan "Bahasa Alay" dapat merusak Bahasa Indonesia. Bahasa alay yang banyak digunakan oleh generasi muda Indonesia hanya mempunyai syarat mengancam dan merusak bahasa Indonesia apabila digunakan pada media yang tidak pada tempatnya. Bahasa kawula muda itu akan mengancam Bahasa Indonesia jika digunakan pada forum resmi seperti seminar, perguruan tinggi, sekolah atau dalam tata cara surat menyurat resmi di perkantoran.
Tapi, jika hanya diigunakan sebagai bahasa pergaulan di media baru yang memilih cara interaksi baru seperti SMS, jejaring sosial facebook atau twitter, tak ada alasan untuk mengkhawatirkan Bahasa Alay. Bahasa gaul itu berinteraksi pada tempatnya. Keberadaannya dapat memperkaya kajian para ahli linguistic yang tengah menyusun skripsi/tesis/disertasi mengenai penggunaan bahasa gaul bahasa SMS atau jejaring sosial yang marak digunakan oleh generasi muda. Oleh karena itu, tidak perlu mengambil langkah berlebihan dalam melindungi Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia justru akan teruji dan berkembang sesuai jamannya, dengan adanya berbagai variasi bahasa di sekitarnya.
Bahasa yang digunakan telah membuka cara baru tentang bagaimana orang menggunakan bahasa dalam komunikasi. Sebuah genre baru dalam penggunaan bahasa yang tidak dapat dikategorikan sebagai penggunaan bahasa yang benar, baik lisan atau bahasa tertulis telah muncul. Cara baru menggunakan bahasa di kalangan anak muda yang menggunakan bahasa alay sebagai sarana komunikasi mereka menunjukkan karakteristik menarik:
1. Sebuah penggunaan kreatif dan acak menulis kalimat dengan simbol, singkatan, akronim, emoticon, modal dan penggunaan kreatif lainnya kombinasi huruf.
2. Perbedaan antara apa yang benar dan apa yang tidak benar yang kabur. Sulit untuk membedakan apa yang dianggap serius dan yang hanya komentar periang dan karena itu tidak benar.
3. Apa yang sering dianggap tidak sopan dan kasar dalam komunikasi kehidupan nyata dapat diterima dengan mudah saat dikirim di Facebook. Wajah tidak lagi merupakan masalah ketika orang melempar komentar satu sama lain. Semakin kreatif respon, umpan balik lebih kreatif mereka dapatkan.
4. Perbedaan Gender tidak menjadi masalah dalam komunikasi dapat. Beberapa stereotip perempuan dan laki-laki kabur atau menyeberang.
Orang-orang yang menulis atau menggubah cara eja alay berpikir mereka kreatif karena mereka memang kreatif. Dan gaya eja itu menunjukkan kompetensi penuh atas ortografi Bahasa Indonesia. Gaya eja alay bekerja pada tataran linguistik bahasa. Perhatikan saja: bukankah gaya eja itu menggunakan anasir-anasir serupa homofon, atau bahkan semiotika? Gaya eja alay memperlakukan abjad, tanda baca, dan bilangan sebagai simbol yang memanifestasikan bunyi atau huruf tertentu sehingga dapat menikmati kekreatifan linguistik semacam ini. Gaya eja alay justru memecahkan sandi yang digunakan dalam penulisan. Tulisan alay adalah sebagai sandi dan hanya butuh sedikit kesabaran dan waktu untuk terbiasa dengannya dan untuk mampu memecahkannya.
Pengguna gaya eja alay pun telah mempraktikkan gaya ejanya di tempat yang semestinya. Mereka berbahasa alay bukan dalam laporan ilmiah atau pidato resmi. Mereka berbahasa alay dalam ruang-ruang bahasa yang sifatnya lebih santai seperti di situs jejaring sosial, obrolan pribadi, dan pesan singkat.

LINGUISTIK
          Dalam linguistik, sintaksis (dari Yunani Kuno: συν- syn-, "bersama", dan τάξις táxis, "pengaturan") adalah ilmu mengenai prinsip dan peraturan untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat. Jadi frasa adalah objek kajian sintaksis terkecil dan kalimat adalah objek kajian sintaksis terbesar. Selain aturan ini, kata sintaksis juga digunakan untuk merujuk langsung pada peraturan dan prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun, sebagaimana "sintaksis Irlandia Modern."
          Penelitian modern dalam sintaks bertujuan untuk menjelaskan bahasa dalam aturan ini. Banyak pakar sintaksis berusaha menemukan aturan umum yang diterapkan pada setiap bahasa alami. Kata sintaksis juga kadang digunakan untuk merujuk pada aturan yang mengatur sistem matematika, seperti logika, bahasa formal buatan, dan bahasa pemrograman komputer.

1.3.1.Pandangan para ahli mengenai sintaksis
          Terdapat sejumlah pendekatan teoritis mengenai aturan sintaksis. Banyak ahli bahasa (seperti Noam Chomsky) melihat sintaksis sebagai cabang biologi, sejak mereka menganggap sintaksis sebagai pembelajaran ilmu bahasa yang melekat di pikiran manusia. Lainnya (seperti Gerald Gazdar) mengambil pandangan yang lebih Platonistik, sejak mereka menyebut sintaksis sebagai pembelajaran sistem formal abstrak. Meskipun ada lagi (seperti Joseph Greenberg) menganggap tata bahasa sebagai alat taksonomis untuk mencapai generalisasi luas di banyak bahasa.
1.3.2. SATUAN SINTAKSIS
A.    KATA
          Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Misalnya mesjid memiliki makna tempat ibadah orang Islam.
          Sedangkan kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan konjungsi. Misalnya dan tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen. Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan yang terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi), atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya (untuk konjungsi).
B.     FRASE
Pengertian Frase
          Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak berstruktur subjek - predikat atau predikat - objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
A.    Jenis Frase
a.      Frase Eksosentrik
          Frase eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Frase eksosentris biasanya dibedakan atas frase eksosentris yang direktif atau disebut frase preposisional ( komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan non direktif (komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba).
b.      Frase Endosentrik
          Frase Endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Frase ini disebut juga frase modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Selain itu disebut juga frase subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi, berlaku sebagai komponen bawahan. Dilihat dari kategori intinya dibedakan adanya frase nominal (frase endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina maka frase ini dapat menggantikan kedudukan kata nominal sebagai pengisi salah satu fungsi sintaksis), frase verbal (frase endosentrik yang intinya berupa kata verba, maka dapat menggantikan kedudukan kata verbal dalam sintaksis), frase ajektifa (frase edosentrik yang intinya berupa kata ajektiv), frase numeralia (frase endosentrik yang intinya berupa kata numeral).
c.       Frase Koordinatif
          Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit disebut frase parataksis.
d.      Frase Apositif
          Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya, oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Perluasan Frase
          Salah satu ciri frase adalah dapat diperluas. Artinya, frase dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Dalam bahasa Indonesia perluasan frase tampak sangat produktif. Antara lain karena pertama, untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Faktor kedua, bahwa pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal. Dan faktor lainnya adalah keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci dalam suatu konsep, terutama untuk konsep nomina.
C.     KLAUSA
Pengertian Klausa
          Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Frase dan kata juga mempunyai potensi untuk menjadi kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final tetapi hanya sebagai kalimat minor, bukan kalimat mayor; sedangkan klausa berpotensi menjadi kalimat mayor.
Jenis Klausa
          Berdasarkan strukturnya klausa dibedakan klausa bebas ( klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat dan mempunyai potensi menjadi kalimat mayor) dan klausa terikat (klausa yang unsurnya tidak lengkap, mungkin hanya subjek saja, objek saja, atau keterangan saja). Klausa terikat diawali dengan konjungsi subordinatif dikenal dengan klausa subordinatif atau klausa bawahan, sedangkan klausa lain yang hadir dalam kalimat majemuk disebut klausa atasan atau klausa utama. Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat di bedakan: klausa verbal (klausa yang predikatnya berkategori verba). Sesuai dengan adanya tipe verba, dikenal adanya (1) klausa transitif (klausa yang predikatnya berupa verba transitif); (2) klausa intransitif  (klausa yang predikatnya berupa verba intransitif); (3) klausa refleksif (klausa yang predikatnya berupa verba refleksif), (4) klausa resiprokal (klausa yang predikatnya berupa verba resiprokal. Klausa nominal (klausa yang predikatnya berupa nomina atau frase nominal). Klausa ajektifal (klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase). Klausa adverbial (klausa yang predikatnya berupa frase yang berkategori preposisi). Klausa numeral (klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia). Perlu dicatat juga istilah klausa berpusat dan klausa tak berpusat. Klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat di dalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.
1.3.3. Kata sebagai satuan sintaksis
          Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia. Misalnya mesjid memiliki makna tempat ibadah orang Islam. Sedangkan kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan konjungsi. Misalnya dan tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen. Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan yang terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi), atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya (untuk konjungsi).
1.3.4. Fungsi sintaksis dalam kalimat
          Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ”tempat” atau ”laci” yang dapat diisi oleh bentuk bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket).Tidak semua kalimat harus mengandung semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada dalam setiap kalimat adalah subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek, pelengkap dan keterangan merupakan unsur penunjang dalam kalimat. Fungsi sintaksis akan dijelaskan berikut ini.
a.       Subjek
          Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu prediket. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut:
  1. jawaban apa atau siapa,
  2. dapat didahului oleh kata bahwa,
  3. berupa kata atau frasa benda (nomina)
  4. dapat diserta kata ini atau itu,
  5. dapat disertai pewatas yang,
  6. tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain,
  7. tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata bukan.
Hubungan subjek dan prediket dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
  1. Adik bermain              S          P
2.      Ibu memasak               S          P
b.      Predikat
          Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau subjek.Hubungan predikat dan pokok kalimat dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
  1. Adik bermain              S          P
Adik adalah pokok kalimat
bermain adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
  1. Ibu memasak               S          P
Ibu adalah pokok kalimat
memasak adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
Prediket mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  1. bagian kalimat yang menjelaskan pokok kalimat,
  2. dalam kalimat susun biasa, prediket berada langsung di belakang subjek,
  3. prediket umumnya diisi oleh verba atau frasa verba,
  4. dalam kalimat susun biasa (S-P) prediket berintonasi lebih rendah,
  5. prediket merupakan unsur kalimat yang mendapatkan partikel –lah,
  6. prediket dapat merupakan jawaban dari pertanyaan apa yang dilakukan (pokok kalimat) atau bagaimana (pokok kalimat).
c.        Objek
          Fungsi objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi predikat dalam kalimat aktif. Objek dapat dikenali dengan melihat verba transitif pengisi predikat yang mendahuluinya seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini.
  1. Dosen menerangkan materi                 S          P          O
2.      menerangkan adalah verba transitif                S          P          O
3.      Ibu menyuapi adik           S     P          O
Menyuapi adalah verba transitif.
Objek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  1. berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh berikut,
    1. Ayah membaca Koran            S          P          O
Koran adalah nomina.
2.    Adik memakai tas baru           S          P          O
Tas baru adalah frasa nominal
3.      Berada langsung di belakang predikat (yang diisi oleh verba transitif) seperti contoh berikut:
  1. Guru membacakan pengumuman              S    P          O
4.      Dapat diganti enklitik –nya, ku atau –mu, seperti contoh berikut:
1.      Kepala sekolah mengundang wali murid              S      P     O
2.      Kepala sekolah mengundangnya              S          P          O
5.      objek dapat menggantikan kedudukan subjek ketika kalimat aktif transitif dipasifkan, seperti contoh berikut,
1.      Ani membaca buku                 S          P          O
  1. Buku dibaca Ani            S       P          Pel
d.      Pelengkap
          Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya mirip dengan objek karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan keduanya berpotensi untuk berada langsung di belakang predikat. Kemiripan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada contoh berikut:
  1. Bu Minah berdagang sayur di pasar pagi           S       P          Pel       Ket
  1. Bu Minah menjual sayur di pasar pagi                 S     P          O         Ket
Pelengkap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pelengkap kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks ber dan predikat pasif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh
prefiks di- atau ter-, seperti contoh berikut:
    1. Buku dibaca Ani.                    S          P          Pel
2. Pelengkap merupakan fungsi kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba dwitransitif pengisi predikat seperti contoh berikut:
    1. Ayah membelikan adik mainan             S        P          O         Pel
membelikan adalah verba dwitransitif.
3. Pelengkap merupakan unsur kalimat yang kehadirannya mengikuti predikat yang diisi oleh verba adalah, ialah, merupakan, dan menjadi, seperti contoh berikut.
    1. Budi menjadi siswa teladan                S          P          Pel
4. Dalam kalimat, jika tidak ada objek, pelengkap terletak langsung di belakang predikat, tetapi kalau predikat diikuti oleh objek, pelengkap berada di belakang objek, seperti pada contoh berikut.
    1. Pak Ali berdagang buku bekas           S          P          Pel
5. Pelengkap tidak dapat diganti dengan pronomina –nya, seperti contoh berikut.
1.      Ibu memanggil adik                S          P          O
2.      Ibu memanggilnya                  S          P          O
1.      Pak Samad berdagang rempah              S          P           Pel.
 2. Pak Samad berdagangnya (?)
6. Satuan bahasa pengisi pelengkap dalam kalimat aktif tidak mampu menduduki fungsi subjek apabila kalimat aktif itu dijadikan kalimat pasif seperti contoh berikut.
1.      Pancasila merupakan dasar Negara                 S          P          Pel
2.      Dasar negara dirupakan pancasila (?)
e.        Keterangan
          Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh kalimat. Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat. Keterangan sebagai unsur tambahan dalam kalimat dapat dilihat pada contoh berikut.
  1. Ibu membeli kue di pasar                    S      P     O     Ket.tempat
2.      Ayah menontonT V tadi pagi             S          P          O         Ket.waktu
Keterangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Umumnya merupakan keterangan tambahan atau unsur yang tidak wajib dalam kalimat, seperti contoh berikut.
2.      Saya membeli buku                 S          P          O
3.      Saya membeli buku di Gramedia            S      P      O     Ket.tempat
2. Keterangan dapat berpindah tempat tanpa merusak struktur dan makna kalimat, seperti contoh berikut.
    1. Dia membuka bungkusan itu dengan hati-hati.
 S         P          O         Ket.cara
  1. Dengan hati-hati dia membuka bungkusan itu.
Ket.cara        S         P                O
3.keterangan diisi oleh adverbia, adjektiva, frasa adverbial, frasa adjektival, dan klausa terikat, seperti contoh berikut.
    1. Ali datang kemarin                 S      P      Ket.waktu
Manaf (2009:51) membedakan keterangan berdasarkan maknanya seperti dijelaskan berikut:
1.      Keterangan tempat
          Keterangan tempat adalah keterangan yang mengandung makna tempat. Keterangan tempat dimarkahi oleh preposisi di, ke, dari (di) dalam, seperti contoh berikut:
1.  Ayahpulangdari kantor.            S        P     Ket, tempat
2.      Keterangan waktu
Keterangan waktu adalah keterangan yang mengandung makna waktu. Keterangan waktu dimarkahi oleh preposisi pada, dalam, se-, sepanjang, selama, sebelum, sesudah. Selain itu ada keterangan waktu yang tidak diawali oleh preposisi, misalnya sekarang, besok, kemarin, nanti. Keterangan waktu dalam kalimat seperti contoh berikut:
1.      Dia akan datang pada hari ini                 S           P          Ket.waktu
3.      Keterangan alat
          Keterangan alat adalah keterangan yang mengandung makna alat. Keterangan alat dimarkahi oleh preposisi dengan dan tanpa. Keterangan alat dalam kalimat seperti contoh berikut:
1.      Ibu menghaluskan bumbu dengan blender             S    P    O     Ket. alat
4.      Keterangan cara
          Keterangan cara adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya, bermakna cara dalam melakukan kegiatan tertentu. Keterangan cara dimarkahi oleh preposisi dengan, secara, dengan cara, dengan jalan, tanpa. Pemakaian keterangan cara dalam kalimat seperti contoh berikut:
1.      Dia memasuki rumah kosong itu dengan hati-hati               S    P    O   Ket. cara
5.      Keterangan tujuan
          Keterangan tujuan adalah keterangan yang dalam hubungan antar unsurnya mengandung makna tujuan. Keterangan tujuan dimarkahi oleh preposisi agar, supaya, untuk, bagi, demi. Pemakaian keterangan tujuan dalam kalimat seperti contoh berikut:
1.      Arif giat belajar agar naik kelas  S          P          Ket. tujuan
6.      Keterangan penyerta
          Keterangan penyerta adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya yang membentuk makna penyerta. Keterangan penyerta dimarkahi oleh preposisi dengan, bersama, beserta seperti yang terdapat dibawah ini:
1.      Mahasiswa pergi studi banding bersama dosen
S          P          Pel       Ket. Penyerta
7.      Keterangan perbandingan
          Keterangan perbandingan adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna perbandingan. Keterangan perbandingan dimarkahi oleh preposisi seperti, bagaikan, laksana, seperti contoh berikut ini:
1.      Dia gelisah seperti cacing kepanasan                    S      P      Ket. Perbandingan
8.      Keterangan sebab
Keterangan sebab adalah keterangan yang relasasi antar unsurnya membentuk makna sebab. Keterangan sebab dimarkahi oleh konjungtor sebab dan karena, seperti contoh berikut:
1.      Sebagian besar rumah rusak karena gempa                     S     P     Ket. Sebab
9.      Keterangan akibat
          Keterangan akibat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna akibat.Keterangan akibat dimarkahi oleh konjungtor sehingga dan akibatnya, seperti contoh berikut ini:
1.      Hutan lindung ditebang akibatnya sering terjadi tanah longsor.
 S        P         Ket. Akibat
10.  Keterangan syarat
          Keterangan syarat adalah keterangan yang relasi antar unsurnya membentuk makna syarat. Keterangan syarat dimarkahi oleh konjungtor jika dan apabila,
 seperti contoh berikut ini:
1.      Saya akan datang jika dia mengundang saya                    S    P    Ket. Syarat
11.  Keterangan pengandaian
          Keterangan pengandaian adalah keterangan yang relasi antar unsurnya membentuk makna pengandaian. Keterangan pengandaian dimarkahi oleh konjungtor andaikata, seandainya dan andaikan, seperti contoh berikut ini:
  1. Seandainya saya orang kaya,sayaakan membantu orang miskin.
 Ket.pengandaian           S                P                    O
12.  Keterangan atributif
          Keterangan atributif adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna penjelasan dari suatu nomina. Keterangan atibutif dimarkahi oleh konjungtor yang, seperti contoh berikut ini:
  1. Guru yang berbaju hijau itu adalah wali kelas saya
 Ket. Atributif (S)            P                O

Secara umum linguistik adalah bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Linguistik berasal dari bahasa Latin yaitu lingua yang berarti bahasa,sedangkan istilah dari Prancis linguistik adalah linguistique ,dan dari bahasa Inggris adalah linguistics.

2. Ciri-ciri Keilmuan Linguistik
Linguistik mempunyai 3 ciri yaitu:
a.    Eksplisit artinya jelas, menyeluruh, tidak mempunyai dua makna, pasti / konsisten.
b.    Sistematis artinya  berpola dan beraturan.
c.    Objektif artinya sesuai keadaan atau apa adanya.
3. Jenis-Jenis Linguistik
a)    Jenis-Jenis linguistik berdasarkan pembidangannya.
1.    Linguistik umum / general linguistics
Adalah linguistik yang merumuskan secara umum semua bahasa manusia yang bersifat alamiah.
2.    Linguistik terapan (Applied Linguistik)
Adalah ditujukan untuk menerapkan kaidah-kaidah linguistik dalam kegiatan praktis, seperti dalam pengajaran bahasa, terjemahan, penyusunan kamus, dan sebagainya.
3.    Linguistik teoritis
Adalah hanya ditujukan untuk mencari atau menemukan teori-teori linguistik belaka.
b)   Jenis-jenis linguistik berdasarkan telaahnya.
1.    Linguistik Mikro
Adalah struktur internal bahasa itu sendiri, mencakup struktur fonologi, morpologi, sintaksis dan leksikon.
2.    Linguistik Makro
Adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolilinguistik dan  dialektologi.

c) Jenis-jenis linguistik berdasarkan pendekatan objek.
1.    Linguistik Deskriptif
Adalah linguistik yang hanya menggambarkan bahasa apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
2.    Linguistik Perbandingan
Adalah jenis linguistik yang membedakan 2 bahasa atau lebih pada waktu yang berbeda.
3.    Linguistik Kontrastif
Adalah jenis linguistik yang membedakan 2 bahasa atau lebih pada waktu tertentu.
4.    Linguistik Singkronis
Adalah jenis linguistik yang mempelajari 1 bahasa pada satu waktu.
5.  Linguistik Diakronis
Adalah jenis linguistik yang mempelajari 1 bahasa pada satu waktu yang berbeda.

4. Tataran Linguistik
Linguistik dibagi menjadi 6 bagian yaitu:
1.    Fonologi
Adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji Bunyi  bahasa, ciri-ciri bahasa, cara terjadinya dan fungsinya sebagai pembeda makna.
Kajian fonologi terbagi menjadi 2 yaitu:
a.       Fonetik adalah ilmu fonologi yang mengkaji bahasa yang diujarkan oleh manusia yang mampu membedakan makna
Fonetik terbagi menjadi 3 yaitu:
1.      Fonetik organis / artikulatoris adalah ilmu yang mengkaji mekanisme artikulasi dalam proses penghasilan bunyi-bunyian bahasa
2.      Fonetik akustis adalah ilmu yang mengkaji mekanisme gelombang suara yang dihasilkan oleh artikulator penutur yang akan disampaikan kepada lawan tutur
3.      Fonetik audiotoris adalah ilmu yang mengkaji mekanisme tentang sejauh mana artikulasi menghasilkan gelombang suara yang mampu ditanggapi oleh alat pendengar manusia  
b.      Fonemik adalah ilmu fonologi yang mengkaji bahasa tanpa membedakan makna ujaran
Ø  Jenis-jenis alat ucap (Artikulator manusia)
1.      Paru-paru
2.      Batang tenggorokan
3.      Pangkal tenggorokan
4.      Pita suara
5.      Krikoid
6.      Tiroid
7.      Aritenoid
8.      Dinding rongga kerongkongan
9.      Epiglottis
10.  Akar lidah
11.  Pangkal lidah
12.  Tengah lidah
13.  Daun lidah
14.  Ujung lidah
15.  Anak tekak
16.  Langit-langit lunak
17.  Langit-langit keras
18.  Gusi, lengkungan kaki gigi
19.  Gigi atas
20.  Gigi bawah
21.  Bibir atas
22.  Bibir bawah
23.  Mulut
24.  Rongga mulut
25.  Rongga hidung

Ø Klasifikasi bunyi dan cara menghasilkannya
1.    Berdasarkan ronga yang dilewati udara
a.    Bunyi oral adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara lewat rongga mulut.
Contoh: [b], [d]
b.    Bunyi nasal adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara lewat rongga hidung
Contoh: [m], [n]
2.    Berdasarkan ada tidaknya hambatan udara
a.    Bunyi vokal adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara tanpa hambatan
Contoh: [a], [i]
b.    Bunyi konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara mengalami hambatan
Contoh: [p], [c]
3.    Berdasarkan jenis hambatan
a.         Bunyi stop atau bunyi letus adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara terhenti sama sekali dan dilepaskan dengan tiba-tiba
Contoh: [p], [b]
b.                  Bunyi geser atau frikatif adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara yang mengalami geseran
Contoh: [f], [s]
c.         Bunyi afrikat atau paduan adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara yang tidak terhenti sama sekali dan juga tidak mengalami geseran
Contoh: [c], [j]
d.        Bunyi lateral atau samping adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara melalui sisi lidah yang menghalangi keluarnya udara
Contoh: [l]
e.         Bunyi getar adalah bunyi yang dihasilkan dengan cara udara tergetar di dalam mulut yang disebabkan oleh getaran lidah
Contoh: [r]
f.         Bunyi semi vokal atau luncur adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara meluncur (bukannya tanpa hambatan sama sekali)
Contoh: [w], [y].
4.    Berdasarkan besar kecilnya getaran pita suara dan besarnya udara yang keluar dari paru-paru.
a.    Bunyi bersuara adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara besar sehingga pita suara mengalami getaran besar
Contoh: [b], [g].
b.    Bunyi tak bersuara adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara kecil, sehingga pita tidak mengalami getaran besar
Contoh: [p], [c].
5.    berdasarkan alat ucap yang menghasilkannya.
a.         Bunyi labial adalah bunyi yang dihasilkan bibir atas dan bawah
Contoh: [w], [p].
b.        Bunyi labiodental adalah bunyi yang dihasilkan bibir bawah dan gigi atas
Contoh: [f]
c.         Bunyi apikodental adalah bunyi yang dihasilkan gigi atas dan bawah serta ujung lidah
Contoh: [t].
d.        Bunyi apikoalveolar adalah bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah dan pangkal gigi (alveolum)
Contoh: [n].
e.         Bunyi apikopalatal adalah bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah dan langit-langit keras. Bila ujung lidah itu membalik ke arah belakang, maka bunyi yang dihasilkan adalah bunyi retrofleks.
Contoh: [d].
f.         Bunyi laminoalveolar adalah bunyi yang dihasilkan oleh daun lidah (lamina) dan pangkal gigi (alveolum)
Contoh: [s].
g.        Bunyi laminopalatal adalah bunyi yang dihasilkan oleh lamina dan langit-langit keras
Contoh: [c], [j].
h.        Bunyi dorsovelar adalah bunyi yang dihasilkan oleh punggung lidah (dorsum) dan langit-langit lunak (velum)
Contoh: [k], [g].
i.          Bunyi uvula adalah bunyi yang dihasilkan oleh belakang lidah dan anak tekak (uvula)
Contoh: [q].
j.          Bunyi faringal adalah bunyi yang dihasilkan atau yang proses penghasilannya berada di dalam rongga faring
Contoh: [h].
k.        Bunyi glottal adalah bunyi yang dihasilkan oleh pita suara dalam rongga antara kedua pita itu yang disebut glottis
Contoh: [‘].
2.    Morfologi
Adalah cabang ilmu yang mempelajari seluk beluk proses pembentukan tata dan perubahan makna kata.
Morfologi dibagi 3, yaitu:
a. Kata adalah satuan gramatikal bebas yang terkecil.
b. Sistem adalah satuan dramatic yang berdiri sendiri.
c. Morfem adalah bentuk bahasa yang dapat di potong-potong menjadi bagian yang lebih kecil.
Morfologi dikaji untuk mengklasifikasi atau membeda-bedakan setiap jenis dan macam bahasa.
Ø Jenis-jenis morfem
1.      Morfem terikat yaitu morfem yang harus digabung atau dirangkai dengan morfem lain, karena tidak dapat berdiri sendiri. Contoh: {di-}, {me-}, {juang}, dan lain-lain.
2.      Morfem bebas yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri, walaupun tanpa harus digabung. Contoh :{pulang}, {cubit}
3.      Morfem monofonemis yaitu morfem yang terdiri dari satu fonem. Contoh : asusila-a (tidak), irasional-I (tidak), dan lain-lain.
4.      Morfem polyfonemis yaitu morfem yang terdiri dari lebih dari satu fonem. Contoh : {di-}, {-an}, {-kan}, dan lain-lain.
5.      Morfem kosong (zero morfem). Contoh : Æ makan (aktif)
6.      Morfem bermakna leksikal yaitu morfem yang mempunyai makna kamus. Contoh: {juli} (bulan ketujuh tahun masehi)
7.      Morfem tidak bermakna leksikal yaitu morfem yang tidak mempunyai makna dalam kamus.
8.      Morfem segmental yaitu morfem yang bisa dilafalkan, diujarkan dengan morfem ujaran. Contoh : {di-}-d+i
9.      Morfem suprasegmental yaitu morfem yang berintonasi (memiliki lagu-lagu). Biasanya terdapat pada bahasa yang menggunakan tone language / bahasa bunyi, seperti pada bahasa cina.
10.  Morfem utuh yaitu morfem yang tidak bisa dibelah dan tidak pernah disispi. Contoh : ibu, ayah (tidak pernah disisipi)
11.  Morfem terbelah yaitu morfem yang terbelah dan dapat disispi. Contoh : gerigi- asal katanya gigi dan dapat imbuhan –er di dalamya, gemetar-asal katanya getar dan dapat imbuhan-em di dalamnya.
Ø Proses Morfologi
Proses morfologi adalah proses penggabungan morfem menjadi kata.
1.    Afiksasi : penambahan afiks atau imbuhan

Contoh :
·      di + makan = prefiks
·      makan + an = sufiks
·      gemetar = getar + em = infiks
·      ke + ada + an = ada + ke-an = konfiks
2.    Reduplukasi : pengulangan
Contoh :
rumah-rumah = rumah, R
Kemerah-merahan = ke-an, merah, R
3.    Suplisi : perubahan morfem berdasarkan waktu (seperti dalam bahasa inggris misalnya)
Contoh :
go – went (pergi)
good – best (baik)
4.    Modifikasi : berubah tapi kosong
Contoh :
cut-cut, put-put, memukul, menjahit, mencuci, Ø makan.
5.    Komposisi : kemajemukan atau bergabungnya dua morfim dan menimbulkan makna baru.
Contoh : rumah sakit = rumah, sakit
3.    Sintaksis
Adalah penyusunan kata menjadi kalimat yang gramatikal
Ø Obyek kajian sintaksis
1.      Frase adalah kelompok kata yang tidak membentuk hubungan predikatif dan tidak melebihi batas fungsi. Contoh : gedung baru itu(S) bagus(P) sekali.
2.      Klausa adalah kelompok kata yang membangun hubungan predikatif yang berpotensi menjadi kalimat jika diberi intinasi akhir atau final. Klausa bersifat abstrak, tidak berwujud dan tidak dapat didengar. Contoh : saya makan (diawali dengan huruf kecil, tidak diberi intonasi akhir berupa titik, tanda seru, dan tanda tanya).
3.      Kalimat adalah ujaran yang diapit oleh dua kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukan bahwa ujaran tersebut telah selesai. Contoh : keluar! (termasuk dalam kalimat walaupun hanya terdiri dari satu kata, karena mempunyai intonasi akhir.
Ø           Analisis kalimat.
a.       Analisis kategori yaitu mengelompokkan kata-kata yang ada dalam kalimat berdasarkan bentuk dari perilaku kata-kata itu. Contoh : kuda tertawa (kalimat tersebut tidak dapat diterima karena kuda adalah non human), adik makan (diterima karena human).
b.      Analisis fungsi yaitu melihat kedudukan kata ini dengan kata lain. Contoh : Ali(S) makan(P) mie(O).
c.       Analisis peran, contoh : Ali(S) makan(P) mie(O) – Mie(S, penderita) dimakan(P) Ali(O).
4.    Semantik
Adalah ilmu yang mempelajari makna bahasa. Semantik berasal dari bahasa latin, sema yang berarti tanda, semaino yang berarti menandai atau berarti. Jangkauan semantik meliputi seluruh aspek lunguistik kecuali fonologi.
Ø Jenis makna.
1.    Makna leksikal.
a.         Denotatif yaitu makna referensial atau makna yang sesungguhnya. Contoh : tikus (hewan).
b.        Konotatif yaitu makna perluasan yang menunjukkan pada sesuatu yang lain. Contoh : tikus (koruptor).
2.    Makna idiomatik adalah kata-kata yang disusun menjadi makna yang berlainan. Contoh : rumah sakit, narapidana.
Ø Mengkaji perubahan makna.
1.      Makna peyoratif yaitu perubahan makna jelek menjadi baik. Contoh : pelacur-WTS, PSK.
2.      Hubungan antarmakna
Hiponim, sinonim, antonim, meronim.
5.    Wacana
tekstur juga menjadi kajian dari wacana. tekstur ini adalah hubungan yang logis, sistematis antara hubungan wacana.
Contoh :
1. Pak Joni membeli mobil baru.
2. Mazda itu berwarna merah.
3. Merah adalah warna favorit remaja sekarang.
(1)   dan (2) masih berhubungan, tetapi (3) sudah lepas.
·      Penanda kohesi.
Contoh :
Pak Joni membeli mobil baru, mazda itu berwarna merah.
·      Penanda koherensi.
Contoh :
1. Matahari Jakarta serasa di ubun-ubun.
2. Ratusan pemuda bergoyang dalam irama jazz
membangun koherensi dengan syarat pembaca harus membayangkan mengenai maksud daru dua kalimat tersebut (ada konser musik jazz saat cuaca panas dan para penontonnya bergoyang).
6.       

6.    Leksikologi
Leksikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu lexiko. Leksikologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari kata, sifat dan makna, unsur, hubungan antarkata (semantis), kelompok kata, serta keseluruhan leksikon. Ilmu ini terkait erat dengan leksikografi yang juga mempelajari kata, terutama dalam kaitannya dengan penyusunan kamus. Secara sederhana, leksikografi disebut sebagai penerapan praktis dari leksikologi. Leksikologi mempelajari seluk beluk bentuk kata, yaitu mempelajari perbendaharaan kata dalam suatu bahasa, mempelajari pemakaian kata serta arti seperti dipakai oleh masyarakat pemakai bahasa.

5. Pengertian bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi oral yang arbitrer yang digunakan oleh sekelompok manusia (masyarakat) sebagai alat komunikasi. Bahasa juga merupakan bagian dari kebudayaan yang diperoleh manusia untuk mengkomunikasikan makna. Bahasa bekerja dalam cara yang teratur dan sistematis. Pada dasarnya bahasa adalah lisan, dan simbol-simbol oral itu mewakili makna karena simbol-simbol itu dihubungkan dengan situasi dan pengalaman kehidupan.
Bahasa memiliki fungsi sosial, dan tanpa fungsi itu masyarakat mungkin tidak ada.

6.    Karakteristik Bahasa
1.    Oral
Pada hakikatnya bahasa adalah lisan atau oral, yang mana ada kalanya tidak bisa diungkapkan secara sempurna dengan tulisan.
2.    Sistematis, Sistemis, dan Komplit
Sistematis berarti bahasa mempunyai aturan, kaidah, atau dapat diartikan mempunyai jumlah yang terbatas untuk bisa dikombinasikan. Sistemis berarti bahasa bekerja dalam sebuah sistem dan sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku. Dan yang dimaksud komplit yaitu, dengan bahasa kita dapat mengungkapkan segala hal walaupun tentang sesuatu yang belum kita ketahui.
3.    Arbitrer dan Simbolis
Arbitrer artinya, bahasa yang kita gunakan tidak selalu logis atau punya alasan tertentu, sifat ini hanya berlaku dalam masyarakat bahasa dalam bentuk kesepakatan atau konvensi. Sifat simbolis yang dimiliki bahasa dapat mengabstraksikan ide-ide dan pengalaman, meskipun kita belum pernah mengalaminya secara langsung.
4.    Konvensional
berdasarkan kesepakatan tetapi bukan kesepakatan melalui rapat, dan pemakai bahasa harus tunduk pada kesepakatan itu. Karena jika tidak, maka bahasa tersebut tidak akan komunikatif.
5.    Unik dan Universal
Dalam beberapa bahasa tertentu ciri yang unik, namun tetap mempunyai ciri yang universal atau umum sebagaimana pada bahasa lainnya.
6.    Beragam
Bahasa tidaklah monolitik tapi mempunyai ragam yang bermacam-macan tergantung pada dasar klasifikasinya. Berdasarkan kebakuannya, bahasa dikategorikan menjadi dua, yaitu: ragam baku dan ragam subbaku. Berdasarkan formalitas pemakaiannyadigolongkan menjadi lima ragam, yaitu: ragam beku, ragam resmi, ragam usaha, ragam santai, dan ragam akrab.
7.    Berkembang
Seirng dengan berkembangnya teknologi maka bahasa pun ikut berkembang dengan menggunakan kata-kata yang berasal dari bahasa asing.
8.    Produktif dan Kreatif
Karakter ini tergantung pada pemakainya. Pemakai bahsa dengan pola-pola dan lambing-lambang yang terbatas dapat mengkreasikan hal-hal baru melalui bahasa.
9.    Merupakan Fenomena Sosial
Bahasa merefleksikan kebudayaan masyarakat pemakainya, karena bahasa merupakan bagian dari sistem nilai, kebiasaan dan keyakinan yang kompleks dalam membentuk suatu kebudayaan.
10.     Bersifat Insani
Hanya manusia yang mempunyai kemampuan berbahasa. Bahasa juga merupakan suatu aspek perilaku yang bisa dipelajari oleh manusia.
7.    Pilihan Dikotomis Bahasa
Bahasa sebagai objek kajian linguistik lazim dikaji secara dikotomis.
1.    Langue dan Parole. Langue adalah sistem bahasa yang dipakai untuk mengungkapkan gagasan, sedangkan parole adalah wujud bahasa seseorang (tiap orang berbeda)
Perbedaan antara langue dan parole:
·      Parole bersifat perorangan, di dalamnya tidak terdapat sistem bahasa yang utuh
·      Parole jumlahnya tak terbatas, sedangkan langue terbatas
·      Parole bersifat sesaat dan langue berada dalam keseluruhan kesan yang tersimpan dalam otak setiap anggota masyarakat
·      Langue adalah abstraksi dari parole
2.    Petanda dan penanda, petanda adalah konsep, sedangkan penanda yaitu ciri akuistik atau bunyi ujar
3.    Relasi sintagmatis dan relasi paradigmatis
·      Relasi sintagmatis disebut juga relasi inpraesentia yaitu relasi horizontal atau relasi antar unsur bahasa yang hadir dalam satu tuturan
Contoh :
tetangga adik teman saya
adik teman tetangga saya
b-a-t-u pagi-tadi
b-a-u-t tadi-pagi
dan lain sebagainya.
·       Relasi paradigmatis yaitu relasi antar unsur dalam tuturan dan unsur yang tidak hadir dalam tuturan. Unsur yang tidak hadir ini adalah unsur yang diasosiasikan (inabsentia).
Contoh : Ali mencium ibu s-a-r-i
Ali menggandeng ibu c-a-r-i
t-a-r-I,
dan lain sebagainya.

4.    Kompetensi dan Performansi
·      Kompetensi yaitu pengetahuan seseorang tentang sistem bahasa, bersifat kumulatif, dan melalui proses belajar.
·      Performansi yaitu pelaksanaan bahasa.
5.    Struktur batin dan struktur lahir
·      Struktur batin yaitu gagasan yang mendasari kalimat, berbentuk abstrak, tak bisa dilihat dan didengar.
·      Struktur lahir yaitu bahasa yang tampak, bisa didengar atau dibaca.

Ø  Ciri khusus dari kajian bahasa ini adalah:
1.      Bahasa didekati secara deskriptif, apa adanya, bukan secara prespiktif.
2.      Tidak berusaha memaksakan satu kerangka bahasa ke dalam bahasa lain.
3.      Bahasa disikapi sebagai sistem dan bukan sesuatu yang lepas.
4.      Bahasa diperlukan sebagaisuatu yang dinamis.

8.    Fungsi Bahasa
Berikut adalah beberapa fungsi bahasa:
1.      Fungsi personal, untuk menyatakan diri
2.      Fungsi interpersonal, untuk menyatakan hubungan dengan orang lain
3.      Fungsi direktif, untuk mengatur orang lain
4.      Fungsi referensial, untuk menampilkan suatu referen (kabar, benda, dan lain sebagainya) dengan menggunakan lambang bahasa
5.      Fungsi imajinatif, untuk nenciptakan sesuatu dengan berimajinasi
6.      Fungsi fatik (phatic), untuk berbasa-basi

PERSOLAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

A. Kata Berimbuhan/Berafiks
1.      Penggunaan afiks/imbuhan ter
            Pada dasarya ter-memiliki dua fungsi, yakni:
  1. Membentuk verba (kata kerja) pasif, misalnya:
            Terduduk
            Terbatas

            Adapun nosinya dapat digolongkan menjadi:
1)      Menyatakan "sudah di, sudah dalam keadaan di", misalnya:
            Terduduk
            Terkunci
2)      Menyatakan "dapat di", misalnya:
            Terangkat
            Terbaca
      Ada kalanya afiks ter- berfungsi membentuk verba aktif, misalnya pada kata tersenyum
  1. Membentuk kata adjektiva/sifat. Kata sifat ini dapat diuji dengan perluasan kata yang menyatakan tingkat perbandingan, misalnya agak, sangat, paling.
            Adapun nosinya sebagai berikut:
1)      sudah dalam keadaan", misalnya:
            Terbatas
2)      Jika ter- melekat pada kata dasar kata sifat atau kata benda, ter- menyatakan "paling", misalnya:
            Terkecil
            Teratas
Kata-kata berikut tidak terbentuk dari afiks ter-, yakni:
            Terjal
            Terka
Kembangkan pemakaian afiks ter- dengan mencari contoh kata berafiks ter- dan menggunakannya dalam kalimat yang berbeda-beda!
2.      Penggunaan afiks ber-, ber-kan, dan ber-an
a.       Afiks ber
            Afiks ber- berfungsi membentuk kata kerja aktif intransitif, dengan nosi:
1)      Jika kata dasarya berupa verba kata kerja, afiks ber- menyatakan "melakukan pekerjaan", misalnya:
            Berdandan
            Berolahraga
            Berdagang
2)      Menyatakan makna "mengandung, ada", misalnya:
            Berair
            Beracun
            Berbisa
3)      "Memancarkan", misalnya:
            Bersinar
            Bercahaya
4)      "Memanjatkan", misalnya:
            Berdoa
5)      "Mengucapkan, mengikrarkan, mengeluarkan, menyampaikan", misalnya:
            Betjanji
            Bersumpah
            Berpesan
6)      "Menjadi", misalnya:
            Bertamu
            Berjaya
7)      "Menunjukkan", misalnya:
            Berbakti
8)      "Naik, mengendarai", misalnya:
            Berkuda
            Berkereta Api
                        " Menggunakan, memakai", misalnya:
            Berkaca mata
            Bersepatu
9)      "Menghabiskan, menggunakan", misalnya:
            Bermalam
            Berlibur
10)  "Pergi ke, minta tolong ke", misalnya:
            Berguru
            Berdukun
11)  "Menganggap sebagai, menjadikan sebagai”, misalnya:
            Berteman
12)  “Melahirkan mengeluarkan:, misalnya,
            Kambing sedang beranak
            Ayam bertelur
13)  "Memanggil sebagai", misalnya:
            Berengkau
            Beribu
            Beranda
14)  "Timbul, tumbuh", misalnya:
            Berbunga
            Berbuah
            Bertunas
15)  Menggunakan, ada", misalnya:
            Kereta berkuda
16)  "Terkumpul menjadi", misalnya:
            Bersatu
17)  "Terkumpun dalam jumlah", misa1nya:
            Berlima
            Berdua
18)  "Kena, menderita", misalnya:
            Malam berembun
            Siang berpanas matahari
19)  Menyatakan "milik, memiliki, mempunyai", misa1nya:
            Berharga
            Berharapan
            Berpotensi
20)  Nosi ber- tidak jells, separate pada kata-kata
      Bertamu
      Berlalu
      Bersusah
Berikut bukan kata bentukan dengan afiks ber-:
            Berapa
            Berani
            Beruang kutub
b.      Afiks ber-kan
            Kita perhatikan kata berdasarkan, beranggotakan, bermandikan. Kata bentukan tersebut dari dasar, anggota, mandi menjadi berdasarkan, beranggotakan, bermandi, kemudian menjadi berdasarkan, beranggotakan, dan bermandikan. Dengan demikian, nosinya, misalnya kita ambil kata yang pertama, yakni berdasarkan terbentuk dari berdasar "menggunakan dasar" menjadi berdasarkan "berdasar pada".
c.       Afikasi ber-an
            Berbeda dengan afiks ber-kan, ber-an adalah satu afiks yang menjadi secara simultan / serempak yang disebut konfiks. Adapun bentuknya ada ber-an yang tergolong
            Konfiks ada pula ber-an yang terjadi secara hierarki. Perhatikan dua deret bentuk berikut.
Ber-an bukan konfiks
Berhadapan
Berkenalan
Bergandengan
Ber-an sebagai konfiks
Berpengalaman
Berpakaian
Berurusan
Afiks ber-an sebagai konfiks nosinya menyatakan makna "resiproka1/saling" Jika kata bergandengan dianalisis ber+gandengan, pada kata tersebut tidak ada afiks ber-an. Dengan demikian, nosi afikasinya tidak menyatakan "saling":, melainkan ber- "memiliki", dan -an pada gandengan "yang di".

3.      Penggunaan afiks pe-, pe-an, per-, dan per-an
a.       Afiks per
            Afiks pe- ada yang bernasal dan ada yang tidak bernasal. Perhatikan kata-kata yang berpasangan berikut!
Afiks pe- bernasal
Penembak
Penyruh
Pendapat
Penatar
Afiks pe-tak bernasal
Petembak
Pesuruh
Pedagang
Petatar
Petani
Peternak
Jika kita perhatikan keduanya memiliki fungsi yang sama, yakni terbentuk kata benda/nomina. Selanjutnya Anda dapat mendeskripsikan nosi yang terdapat pada dua afiks tersebut!
b.      Afiks per
            Kita perhatikan pemakaian kata: perkecil, pertajam, pertebal, perlima, persatu. Dari contoh tersebut kita dapat mengenali fungsi} afiks per- adalah membentuk kata kerja. Dengan nosi:
1)      "Membuat jadi lebih", misalnya"
            Perkecil
            Persempit
            Perdalam
2)      "Bagi menjadi", misalnya:
            Perseratus
            Perlima
3)      “tiap-tiap”, misalnya
            Masuk satu persatu
Ada kalanya per- membentuk nomina/kata benda misalnya:
            (Ber) tapa menjadi pertapa "orang yang bertapa"
Jika afiks per- tidak mampu mengubah kelas kata, nosinya pun sulit diterangkan atau tidak jelas, misalnya:
            Tanda (nomina) menjadi pertanda (nomina)
            Lambang) nomina) menjadi perlambang (nomina)
Kata-kata berikut bukan kata bentukan dengan afiks per- :
            Pertama
            Permaisuri
            Percuma
c.       Afiks pe-an
            Afiks pe-an ada yang bernasal dan ada yang tidak bernasal. Kita bandingkan kata-kata bentukan berikut!
            Pe-an bemasal                         Pe-an tak bernasal
Pendidikan                              Peternakan
Pedaringan                              Pembuatan
Penjualan                                 Perakitan                                
Penyaringan                            Pesanggrahan
Dari contoh tersebut, kita kenali fungsinya adalah sama, yakni sebagai pembentuk kata benda abstrak. Adapun nosinya pada dasarnya dapat digolongkan "hal, hasil, cara, dan tempat"
d.      Afiks per-an
            Jika afiks per- berfungsi membentuk kata kerja, dan ada sebagai pembentuk kata benda, afiks per-an termasuk konfiks yang berfungsi sebagai pembentuk nomina kata benda.
      Misalnya: 
Perpajakan                                           Perpanjangan              
Perbudakan                                         Perkebunan                
                        Perubahan                                           Pertemuan
Peraturan                                             Percobaan                               
Adapun nosinya pada dasarya menyatakan "hal, hasil"
Kembangkan dengan mencari kata-kata berafiks per-an, dan menggunakannya dalam kalimat!
4.      Penggunaan afiks ke-an, ke-an
a.       Afiks ke-
            Dalam Bahasa Indonesia, afiks ke- berfungsi membentuk kata bilangan tingkat, kata bilangan jumlah~ dan kata benda.
1)      Pembentuk kata bilangan tingkat, nosinya menyatakan "urutan", misalnya:
            Anak kelima
            Pelajaran kedua
2)      Pembentuk kata bilangan jumlah nosinya menyatakan "kumpulan jumlah", misalnya:    Kedua anak itu
            Kesemuanya
3)      Pembentuk kata benda, nosinya menyatakan "yang di, yang dianggap", misalnya:         Ketua
            Kekasih
            Kehendak
Kata-kata berikut bukan kata bentukan dengan afiks ke-dalam bahasa Indonesia:
            Ketemu
            Kelanggar
b.      Afiks-an
            Dalam Bahasa Indonesia, afiks -an berfungsi sebagai pembentuk kata benda/ nomina. Dalam tataran sintaksis, kata bentukan dengan afiks -an ini dapat mengikuti verba tran-sitif Adapun nosinya meliputi: "hal/abstraksi, basil, cara, alat, objektif, tempat, yang memiliki sifat, orang/pelaku" seperti pada kata:
            Didikan                                               Praktikan
            Sasaran                                                Simpatisan
            Latihan                                                Lautan
            Manisan                                               Lukisan
Kata bentukan dengan afiks -an berikut salah dalam bahasa Indonesia:
            Rajin latihan (verba)
            Sekolahan (nomina)
            Kuburan (nomina)
c.       Afiks ke-an
            Afiks ke-an termasuk konfiks. Fungsinya adalah sebagai pembentuk kata benda abstrak, dan kadang-kadang sebagai pembentuk kata kerja pasif Sebagai pembentuk kata benda abstrak, ke-an bernosi menyatakan "hal/abstrak dari", misalnya:
Keadilan
Kebolehan
Kekuasaan
Keajekan
            Sebagai pembentuk kata kerja pasif, ke-an menyatakan nosi “ken, menderita”, misalnya:
5.      Penggunaan afiks -man, -wan, dan -wali
      Ketiga afiks ini berasal dari bahasa sansekerta. Fungsinya membentuk kata benda, dan nosinya menyatakan "orang yang memiliki sifat". Pemakaian -man dan -wan menyatakan jenis kelamin "laki-laki" dan -wati menyatakan jenis kelamin "perempuan"
            Contoh pemakaiannya:
Sinaman                      Jutawan                                   Seni wati
Budiman                     Santriwan                                Santriwati 
6.      Penggunaan afiks -I , -wi, -ah, -iah
      Afiks-afiks tersebut berfungsi sebagai pembentuk kata sifat, nosinya menyatakan "yang memiliki sifat, bersifat". Pemakaiannya seperti:
            Alam   + i        menjadi           alami
            Alam   + iab    menjadi           alamiah
            Ala      + iah    menjadi           aliah
            Ilmu     + iah    menjadi           ilmiah
            Dumia + wi     menjadi           duniawi
            Jas+mani         menjadi           jasmani
            Islam + i          menjadi           islami
7.      Penggunaan afiks -is, -isme, -isasi/Sasi
a.       Afiks -is berfungsi pembentuk adjektiva/kata sifat, nosinya menyatakan"bersifat", misalnya:
Pancasilais
Psikhologis
Nasionahs
b.      Afiks -isme berfungsi sebagai pembentuk kata benda, nosinya menyatakan "aliran, faham", misalnya:
Nasionalisme
Komunisme
Liberalisme
c.       Afiks –isasi/Sasi berfungsi sebagai pembentuk kata benda, nosinya menyatakan “proses” misalnya
lelenisasi
Urbanisasi
Neomsasl
            Afiks -isasi juga benosi "kumpulan, kesatuan dari'" misalnya pada organisasi.
8.      Partikel -lah, -kah, dan pun
      Partikel tergolong ke dalam kata tugas. Fungsinya mempertegas kata yang dilekati.
a.       Partikel -lah
            Partikel -lah dapat melekat kata benda, pada kalibat pemyataanlberita. Partike1 -lah digunakan pada kalimat inversi, yakni predikat mendahuIui subjek. Misalnya:
            Dialah yang dicari
            Akulah orangnya.
            Partikel -lah juga digunakan untuk menyatakan imperatif (perintah), misalnya pada kalimat:
            Masuklah!
            Bacalah secara teliti.
b.      Partikel -kah
            Partikel -kah digunakan melekat pada kata kerja , kata benda, kata sifat, kata bilangan, kata keterangan. Fungsinya membentuk kata tanya dalam kalimat pertanyaan. Struktur kalimat pada dasarya berstruktur inversi, misalnya:
            Siapakah mereka?
            Sudah membacakah Anda?
            Di manakah Anda Tinggal?
            Kapankah Hanoman lahir?
c.       Partikel pun
            Partikel pun melekat pada kata benda atau yang dibendakan (substantiva), misalnya pada kalimat:
            Mereka tidak tahu, aku pun demikian.
            Jangankan membaca, menyimak pun belum terampil.
            Di samping itu, pun bersama kata yang lain berfungsi sebagai pembentuk kata tugas yang lain, khususnya konjungsi dan penulisannya pun dirangkaikan dengan kata yang dilekati, misalnya pada:
                        Meskipun
                        Walaupun
                        Biarpun
                        Sungguhpun
B.     Kata Ulang
            Kata ulang ada1ab kata yang telah mengalami proses reduplikasi. Untuk: membedakannya dengan bentuk ulang yang bukan kata ulang adalah bahwa kata ulang sebagai ciri utamanya adalab pasti memiliki kata dasar.
Kita bedakan bentuk yang ada di sebelah kanan dan sebelah kiri berikut:
Kata ulang      
Duduk-duduk
Membaea-baca
Tarik-menarik
Bolak-balik
Orang-orangan
Simpang-siur
Kemerab-mera han
Bukan kata ulang
 Compang-camping
Anai-anai
Pura-pura
Hati-hati
Mata-mata
Mondar-mandir
Alih-ali

Pada kata ulang terdapat kata dasar: duduk, membaca, menarik, balik, orang, simpang, merah. Sebaliknya, pada deretan sebelah kiri bentuk: compang/camping, anai, pura, hati, mata, mondar, alih tidak dapat berfungsi sebagai kata dasar.
1.      Macam kata ulang dapat dibedakan menjadi:
a.       Kata ulang utuh
            Kata ulang utuh adalah kata ulang yang antara kata dasar dan bentuk peru1angannya adalab sama, miasma:
            Orang-orang
            Perumaban-perumaban
            Duduk-duduk
b.      Kata ulang sebagian
            Kata ulang sebagian adalah kata ulang yang bentuk peru1angannya hanya sebagian dari kata dasar, termasuk hanya sebagian bunyi vokal atau konsonan saja, misalnya:
            Berjalan-jalan
            Bolak-balik
            Sayur-mayur

c.       Kata ulang berkombinasi/bersimultan dengan afiks, misalnya:
            Anak-anakan
            Gunung-gunungan

2.      Nosi kata ulang
            Nosi kata ulang dapat menyatakan makna:
a.       “Jamak, bermacam-macam”, misalnya:
            Orang-orang
Buah-buahan
Sayur-mayur
b.      Pekerjaan dilakukan berulang”, misalnya:
Bolak-balik
Simpang-siur
c.       "Tiruan", misalnya:
            Anak-anakan
            Gunung-gunungan
d.      "agak", misalnya
            Kemerah-merahan
e.       "walaupun", misalnya:
            Pahit-pahit diminumnya obat itu.
            Panas-panas mereka datang juga.
f.       “walaupun”, misalnya
            Pahit-pahit diminumnya obat itu
            Panas-panas mereka dating juga
     Gunakan kata-kata berikut dalam kalimat, kemudian jelaskan makna perulangannya!
Sama-sama
Mudah-mudahan
rata-rata
Besar –besar


C.    Kata Majemuk
      Walaupun pada materi Bahasa Indonesia untuk SLTP atau MTS kata majemuk tidak ada, namun kata majemuk tersebut perlu kita pahami.
Kata majemuk adalah kata yang telah mengalami proses permajemukan. Kata majemuk adalah kata yang unsurnya berupa morfem bebas (bukan kata). Jika kata majemuk diartikan kata yang unsurnya berupa kata, hasil konstruksinya tidak dapat disebut kata, melainkan frase/kelompok kata.
      Secara lahiriah kata majemuk sama dengan frase/kelompok kata. Untuk itu, kita hams dapat mengenali kata majemuk tersebut dari segi: hubungan, konstruksi, dan nosi. Misalnya kita ambil orang tua sebagai kata majemuk dan sebagai frase.
Ciri hubungan:            Jika di antara kata orang dan tua dapat disela kata lain, misalnya yang, konstruksi orang tua bukan kata majemuk melainkan frase.
Ciri konstruksi:            Jika orang tua dapat di Kembangkan dengan kata renta, kata renta hanya berkonstruksi dengan tua, tidak dengan orang. Dengan demikian Konstruksi Orang tua dalam hal ini adalah frase. Jika diperluas dengan afiks ber menjadi berorang tua, afiks ber-adalah milik konstruksi orang tua, Bukan Hanya milik orang saja sehingga tidak ada konstruksi berorang. Dengan ciri ini, orang tua pada berorang tua adalah kata majemuk Ciri nosi. Jika makna orang tua mengacu pada orang yang sudah berusia lanjut”          konstruksi orang tua adalah frase. Jika maknanya tidak terikat pada Usia, tetapi pada “orang yang sudah pernah melahirkan atau sudah menjadi  bapak atau ibu”, konstruksi orang tua adalah kata majemuk 



D.    Kelas Kata
      Kelas kata disebut juga kategori kata. Dalam tata bahasa Tradisional digunakan istilah jenis kata. Hasil klasifikasi/penggolongan kata berdasarkan kelas kata mencakup: nomina Kata benda, verba Kata kerja, adjektiva kata sifat, numeraliaJkata bilangan, adverbia/kata keterangan, kata tugas.
1.      Kata benda/nomina
            Kata benda dapat dibedakan atas kata benda konkret dan kata benda abstrak. Kata benda konkret adalah kata benda yang dapat diindra (diraba, dilihat, dirasakan, di dengan, dibau):
Kata benda konkret yang berupa kata asal, misalnya: meja, udara, rumah
Kata benda konkret yang merupakan bentukan, misalnya: mainan, penulis, penjahit
            Kata benda abstrak adalah kata benda yang tidak dapat diindra, misalnya kata benda bentukan dari afiks pe-an, per-an, ke-an seperti: pembuatan, perbaikan, keadilan.
2.      Kata kerja
            Kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan/perbuatan, baik aktif, maupun pasif. Kata kerja aktif dibedakan atas transitif dan intransitif
a.       Kata kerja aktif transitif,
1)      Kata kerja dasar: makan, minum
2)      Berafiks me-: membaca, menulis
3)      Berafiks me-kan/i: membacakan, mendampingi
4)      Berafiks memper-: mempercantik, memperjelas
5)      Berafiks memper-kan/i: memperkerjakan, mempercayai
6)      Berafiks member-kan: memberlakukan, memberhentikan
b.      Kata kerja aktif intransitif, meliputi
1)      Berafiks me-: menyanyi
2)      Berafiks ber-: bersembunyi, bercerita
3)      Berafiks ber-kan: berdasarkan, bertuliskan
4)      Berafiks ter-: tersenyum
c.       Kata kerja pasif
1)      Kata kerja fasif di-: dibaca, diberlakukan, dibatalkan
2)      Kata kerja pasif ter-: terbaca, terpelihara
3)      Kata kerja pasif ke-an: kehujanan, ketakutan, kepanasan
3.      Kata sifat / akjektiv
            Kata sifat dapat dinegatitkan dengan kata tidak. Selanjutnya dapat diperluas dengan kata yang menyatakan tingkat perbandingan. Dalam struktur sintaksis, kata sifat adalah kata yang menerangkan kata benda. Kembangkan contoh!
4.      Kata keterangan
Kata keterangan adalah kata yang menerangkan kata kerja atau kata sifat, misalnya
      Rajin belajar
      Masih muda
      Belum beristri
      Perlu di contoh
      Sangat pandai
5.      Kata bilangan
            Kata bilangan adalah kata yang menyatakan " jumlah". Kata bilangan dibedakan atas kata bilangan tentu dan tak tentu.
a.       Kata bilangan tentu: satu, seribu, setengah, seperempat
b.      Kata bilangan tak tentu: sedikit, banyak, beberapa
6.      Kata tugas
            Kata tugas adalah kata yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kata benda, kerja, sifat, bilangan, atau keterangan. Kata tudas kata yang hanya berfungsi, yang pada dasarnya tidak bernosi.
      Kata tugas dapat dibedakan atas:
a.       Preposisi/kata depan, yakni kata yang dapat berkonstruksi dengan kata atau frase benda.
            Termasuk kata depan Preposisi adalah: di, ke, dari, pada, untuk, oleh, dsb.
b.      Konjungsi, yakni kata yang berfungsi menghubungkan klausa dalam kalimat yang termasuk konjungsi: karena, ketika, apa bila, walaupun, dan, tetapi, namun, dsb.
c.       Kopula, yakni kata yang berfungsi menghubungkan subjek dan predikat. Termasuk kopula: adalah, merupakan, menjadi, yaitu, yakni.
d.      Artikel / kata sandang : sang, si.
e.       Partikel, berfungsi menegaskan/mementingkan kata yang dilekati, misalnya: -lah, -kah, pun.
f.       Kata transisi, yakni kata yang berfungsi menghubungkan kalimat satu dengan yang lain. Penulisannya selalu diikuti tanda koma. Termasuk kata frase transisi adalah: jadi, dengan, Demikian, karena itu, meskipun demikian  selanjutnya, akibatnya, sebagai kesimpulan,dsb.

tips

jadilah orang yang berguna sejak semuda mungkin, karna orang yang malas waktu mudanya akan dipaksa bekerja keras diwaktu tuanya